Home Politik Kasus drg. Romi, Rieke Sebut Ada Mafia CPNS di Daerah

Kasus drg. Romi, Rieke Sebut Ada Mafia CPNS di Daerah

Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyebutkan terdapat indikasi jual beli posisi CPNS dalam manajemen birokrasi. Ia mencontohkan polemik kasus drg. Romi Syofpa Ismael, dokter yang dibatalkan status CPNS-nya oleh Bupati Solok Selatan, sebagai sinyalemen terjadinya transaksi jual beli jabatan CPNS di lingkup birokrasi.
 
Hal tersebut disampaikan Rieke usai mendampingi Romi bertemu dengan pihak dari KemenpanRB. "Kami terima kasih ke drg Romi yang berani bersuara, karena ini bukan satu-satunya kasus, sebab ada indikasi terjadinya mafia transaksi CPNS di daerah," ujar Rieke kepada wartawan saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (31/7)
 
Berdasarkan penelusuran Rieke dari jejak digital terdapat beberapa kasus jual beli jabatan CPNS yang sampai ke proses hukum. Berkaitan dengan hal tersebut, ia berpesan kepada pihak yang memegang keputusan politik perekrutan CPNS agar menghentikan praktik jual beli bangku CPNS tersebut, terlebih kinerja aparatur sipil negara itu berkaitan dengan pelayanan publik.
 
"Kalau itu diteruskan, bapak-ibu tidak amanah, dan itu bukan hanya indikasi pemerasan jual beli jabatan tapi sesungguhnya bapak ibu sudah melakukan ketidakadilan," tegas Rieke.
 
 
Ia menyebutkan saat ini kasus Romi di daerah sudah dibantu penanganannya oleh Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Politisi PDIP itu menyebutkan tidak akan tinggal diam dan terus melakukan pengawasan.
 
Selain itu ia menambahkan kerap terjadi persoalan administratif yang membuat masyarakat yang sudah lulus tes PNS tidak mendapatkan haknya. Dirinya menghimbau beberapa guru yang dinyatakan diterima sebagai CPNS namun tidak kunjung dilantik untuk menyuarakan pandangannya.
 
"Selain drg Romi termasuk para guru di sini tidak diangkat hanya karena berkas tidak dikirim di BKN, padahal mereka sama secara prosedural sudah lulus," ujarnya.
 
 
Persoalan birokrasi tersebut terang Rieke juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah karena pemda tidak bisa melaksanakan otonomi daerah dalam pengelolaan kepegawaian dengan baik.
 
"Dengan kasus ini semoga kita bisa lebih memahami bahwa otoda bukan hanya pilkada dan urusan elektoral,  tapi bagaimana pembagian bukan hanya kewenangan tapi juga tanggungjawab antara pemerintah pusat dan pemda soal kepegawaian. Kita masih kurang tenaga pengajar, tenaga kesehatan di daerah, kita harap ada terobosan perbaikan reformasi birokrasi yang sebenarnya," tutup Rieke.
536