Home Ekonomi Tak Berpihak Pada Petani, Pemerintah Diminta Evaluasi BPDPKS

Tak Berpihak Pada Petani, Pemerintah Diminta Evaluasi BPDPKS

Pekanbaru, Gatra.com - Belakangan petani kelapa sawit semakin kesulitan berurusan dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Kalaupun ada kepentingan para petani yang direspon oleh lembaga pengumpul duit hasil potongan ekspor 24 komoditi hasil sawit Indonesia itu, sederet persyaratan rumit yang disodorkan, membikin petani puyeng.

Itulah makanya kemudian Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo) minta pemerintah mengevaluasi kinerja lembaga yang baru berumur empat tahun itu.

Sebab oleh sulitnya berurusan tadi, petani kelapa sawit semakin dirugikan. Padahal tak sedikit andil petani kelapa sawit terhadap jumlah pungutan yang didapat oleh BPDPKS lantaran petani telah menyumbang Tandan Buah Segar (TBS) dalam jumlah besar untuk bahan baku komoditi sawit itu.

"Petani punya andil besar lantaran sekitar 5,8 juta hektar dari total 14,3 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia adalah milik petani. Itulah makanya petani punya hak atas dana yang dihimpun oleh BPDPKS itu," kata Ketua DPP Apkasindo, Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP kepada Gatra.com di Pekanbaru, Kamis (1/8).

Tapi andil besar tadi kata Gulat, justru tidak membikin petani mendapat ruang di BPDPKS, yang ada kata Gulat, petani terpinggirkan.

"Tak hanya urusan mendapatkan hak atas porsi petani tadi, urusan rekrutmen anak-anak petani untuk mendapatkan beasiswa sawit saja, kami tidak dianggap lagi. Padahal kamilah yang tahu mana petani, buruh dan mana yang bukan," kata lelaki 47 tahun.

Di saat seperti itu, perasaan petani kata Gulat semakin miris lantaran BPDPKS justru membikin kegiatan-kegiatan yang nyaris tidak ada kaitannya langsung dengan petani sawit.

"Misalnya, BPDPKS berbondong-bondong dan antri kunjungan ke luar negeri. Kita enggak tahu apa tujuan mereka sering melancong. Dibilang untuk lobi-lobi CPO, masalah CPO tetap saja muncul dan bahkan semakin menjadi-jadi. Lalu ada pula rally yang melibatkan banyak orang dengan alasan promosi, apa yang dipromosikan lewat rally itu?" Gulat bertanya.

Di sisi lain kata Gulat, tugas-tugas pokok yang diperintahkan oleh negara kepada BPDPKS justru nyaris tidak berjalan. Kalaupun ada yang jalan, masih sangat jauh dari target yang direncanakan.

"Di Peraturan Presiden 61 tahun 2015 kan sudah jelas bahwa tugas pokok BPDPKS adalah Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), Sarana dan Prasarana (Sarpras), Pengembangan SDM, Riset, Promosi dan advokasi serta pengembangan biodiesel," terang Gulat.

Yang paling bersentuhan langsung dengan petani itu kata Gulat antara lain PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM. "Asal tahu saja, target PSR itu ada di angka 2,4 juta hektar, tapi yang butuh Sarpras justru jauh lebih luas lagi, mencapai 3,4 juta hektar. Sarpras ini teramat penting lantaran jadi faktor penentu terhadap kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit," terang Gulat.

Dua tahun belakangan, BPDPKS gencar mensosialisasikan sarpras. Sangking gencarnya, Sarpras sampai disebut-sebut dalam berbagai forum pertemuan. Tahun ini, angka bantuan sarpras itu sudah dihembuskan di kisaran Rp200 miliar.

"Tapi sampai hari ini program itu enggak jalan, alias nol persen. Terus terang, petani tidak akan mempertanyakan itu kalau BPDPKS tidak menjanjikannya. Dan kebetulan lantaran belakangan harga sawit anjlok hingga petani kewalahan menyisihkan biaya pupuk, akhirnya petani berharap dengan janji itu. Kalau harga sawit bagus, petani enggak akan berharap dengan janji BPDPKS tadi, sekalipun itu hak petani sawit. Sebab mental petani sawit bukan mental pengemis," suara Gulat mulai meninggi.

Soal peremajaan kebun juga begitu. Petani kata Gulat enggak pernah meminta-minta kebunnya diremajakan. Tapi lagi-lagi lantaran programnya adalah makanya petani mau ikut.

"Tapi setelah petani mau, yang ada justru masalah baru yang muncul. Sederet aturan main yang terkesan menyulitkan petani bermunculan. Harus non kawasan hutan lah, harus inilah harus itulah. Petani jadi pusing. Alhasil, program ini nyaris gagal," kata Gulat.

Tak berlebihan Gulat menyebut kalau PSR itu nyaris gagal. Sebab dalam paparan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaidi pada Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum di Medan Sumatera Utara (Sumut) 25 Juli 2019 menyebut bahwa total luas lahan PSR pada 2018-2019 mencapai 385 ribu hektar.

Hingga Juli 2019, yang terealisasi masih hanya sekitar 26.551 hektar. Celakanya, dari sekitar Rp707 miliar duit yang sudah ditransfer BPDPKS ke bank yang ditunjuk, yang baru bisa dicairkan oleh petani yang berhak, hanya sekitar Rp117 miliar. Duit ini cuma bisa untuk menanami lahan seluas 7.957 hektar.

"Lagi-lagi saya katakan, teramat rumit petani berurusan dengan BPDPKS ini. Enggak di sarpras, enggak di PSR, sama saja," ujar Gulat.

Gulat pun menyayangkan jurus jitu Presiden Jokowi mendirikan BPDPKS demi meningkatkan produktivitas kebun rakyat, jadi kacau oleh oknum-oknum tak jelas di lembaga itu.

"Mestinya sarpras sudah dijalankan sejak tahun lalu biar petani tertolong merawat kebunnya. Dalam situasi harga sawit yang tak menentu saat ini, petani memilih untuk tidak memupuk demi bertahan hidup. Ini pilihan pahit lantaran sangat berdampak terhadap keberlangsungan sawitnya. Tapi mau gimana lagi. Nah, kalau BPDPKS jeli, disaat seperti inilah mereka hadir," kata Gulat.

Sayangnya itu tadilah,"Jadi saya menghimbau kepada BPDPKS, tolong, berhentilah menyiksa petani sawit dengan janji-janji dan gombalan yang ada. Ingat, uang yang dikelola BPDPKS itu sebagian besar dipungut dan dikumpulkan dari keringat kami Petani. Air mata petani sawit sudah kering oleh rendahnya harga sawit 3 tahun terakhir," suara Gulat bergetar.

Apkasindo kata Gulat, akan terus serius mengawal BPDPKS menjalankan programnya sesuai Perpres yang mengaturnya. "Ini pesan dan arahan tegas dari Ketua Dewan Pembina DPP Apkasindo, Jend TNI (Purn) Dr. Moeldoko, S.IP; bahwa Apkasindo musti berguna untuk anggotanya," kata Gulat.

Mantan Dirjenbun, Prof. DR. Agus Pakpahan mengamini apa yang dikatakan Gulat. Lantaran itu pula dia menyebut bahwa sudah semestinya pemerintah segera memilih Dirut BPDPKS yang punya jiwa sosial enterpreneur dan development enterpreneur serta mengerti akan seluk beluk kelapa sawit. "Bukan seperti sekarang yang administrateur," katanya kepada Gatra.com melalui sambungan telepon.

Meski petani tidak puas dengan manajemen BPDPKS yang sekarang, Agus berharap tidak membikin Apkasindo jadi nelangsa. Sebaliknya, keadaan ini musti jadi cambuk bagi Apkasindo untuk menjadi lebih aktif membikin konsep, membangun sistim. Apkasindo jangan menengadahkan tangan.

Agus mengambil contoh pada petani tebu yang menggandeng pabrik gula menjalin kerjasama dengan pabrik pupuk. Apkasindo bisa saja membangun kerjasama dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) untuk menjalin kontrak dengan pabrik pupuk. Pembayaran dilakukan melalui PKS, lalu BPDPKS menyetor duit ke pabrik pupuk dalam bentuk subsidi harga.

"Memang petani berhak atas duit yang ada di BPDPKS lantaran peran petani ada sekitar 50 persen di hasil Crude Palm Oil (CPO) yang ada saat ini. Tapi kalau BPDPKS nya seperti ini, mau diapain lagi," kata Agus.

BPDPKS sendiri belum memberikan keterangan detil terkait sederet persoalan yang dikeluhkan oleh Apkasindo tadi.


Abdul Aziz

 

801