Home Politik Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Jabatan Sipil TNI Ditambah

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Jabatan Sipil TNI Ditambah

 
Jakarta, Gatra.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari lembaga seadaya masyarakat KontraS, Imparsial, Elsam, WALHI, HRWG, AJI Indonesia, PBHI, Setara Institute, INFID, LBH Jakarta, Institut Demokrasi, ILR, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, LBH Pers, dan ICW, menolak rencana pemerintah untuk menambahkan prajurit TNI di posisi strategis pada lembaga negara. 
 
Menurut Koalisi, pemerintah tengah bermaksud mengubah UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI (pasal 3 Draft RUU). 
 
"Dimana terdapat enam kementerian atau lembaga tambahan yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif, yaitu Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,  Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Badan Keamanan Laut," kata perwakilan Kontras, Iksan Yosari, di Kantor Imparsial, Kamis (1/8).
 
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 42 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Prepres No. 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI.
 
Menurut Iksan, adanya penambahan ini, membuka peluang jabatan yang dipegang oleh prajurit aktif TNI di 16 kementerian atau lembaga. Maka dari itu, koalisi menolak dengan tegas rencana draf RUU terkait penambahan jabatan strategis prajurit TNI. Terutama menghapus ketentuan pasal 47 ayat (2) huruf q draf Revisi UU TNI ini dan mengkaji kembali penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan kementerian atau lembaga sipil.
 
"Karena hal tersebut tidak hanya menghambat proses reformasi TNI, melainkan dapat menjadi ancaman bagi tata pemerintahan negara yang demokratis," lanjut Iksan.
 
Koalisi juga meminta DPR untuk tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI. Menurutnya, selain dapat mengganggu tata pemerintahan yang demokratis, juga merupakan langkah mundur dari demokrasi.
 
"Tidak terdapat faktor mendesak untuk menempatkan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil dengan menambahkan sejumlah kementerian/lembaga. Ini justru menjadi langkah mundur dalam demokrasi dan reformasi," pungkas Iksan.
 
567