Home Politik Pakar: RUU Kamtansiber Sudah Maju Karena Bicara Ketahanan

Pakar: RUU Kamtansiber Sudah Maju Karena Bicara Ketahanan

Jakarta, Gatra.com – Maraknya insiden siber di tanah air membuat DPR berinisiatif untuk menyusun Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber). Draft dan naskah akademik RUU tersebut sudah dirampungkan di Baleg DPR. RUU Kamtansiber akan menjadi regulasi yang mengatur ruang siber nasional dimana Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) akan menjadi lembaga yang bertugas mengatur, mengkoordinasikan dan melaksanakan keamanan siber.

Namun perampungan RUU tersebut masih menjadi pembahasan yang alot dari banyak pihak. Ada yang memuji semangat DPR dalam menyelesaikan RUU tersebut sebagai payung hukum baru dalam keamanan dan ketahanan siber nasional yang selama ini berjalan sektoral. Namun banyak juga yang mengkritik keberadaan RUU tersebut karena dianggap “usang” dan tidak relevan dengan perkembangan teknologi global.

Pemerhati siber Tedi Supardi Muslih menyebutkan dengan melihat tantangan dunia industri dan ekosistem persaingan global yang ada saat ini penting bagi pemerintah untuk mengonsep aturan baku terhadap perundangan siber. Ia menyebutkan pertumbuhan industri e-commerce dan fintech yang demikian pesat memerlukan faktor keamanan yang tinggi. Belum lagi meningkatnya serangan siber kepada institusi pemerintah menyebabkan beleid tersebut penting dirampungkan. “Tanpa faktor keamanan yang memadai bagaimana (industri) bisa tumbuh dan keamanan publik bisa terjaga,” ujarnya.

Tedi mengatakan semangat DPR dalam menggagas RUU tersebut selayaknya diapresiasi. Bila ada hal yang dirasa kurang dalam naskah akademik RUU Kamtansiber tersebut semua pihak dapat memberikan masukan dan diinventarir dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Ia menyebutkan RUU yang sudah ada di Baleg sudah memperhatikan kondisi dan perkembangan global. Tapi Indonesia menurutnya perlu “kekhasan” agar aturan ranah siber di tanah air memiliki keunggulan dari negara lainnya.

“Saya lihat nanti pasti mengadopsi internasional tetapi di situ nanti [unsur] ke-Indonesiaannya juga, makanya disebut khusus. Karena ini masih Rancangan Undang-Undang. Secara teknis nanti diturunkan di PP. Kan enggak mungkin kan disebutkan kita akan meniru internasional ITU (Uni Telekomunikasi Internasional), konsep Amerika dan lainnya,” ujar Tedi kepada Gatra.com, Jumat (2/8).

Anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) itu menyebutkan Undang-Undang hanya akan mengatur bagian yang bersifat umum, sementara untuk detil pelaksanaan akan ada aturan turunan. Ia lantas mempertanyakan klaim banyak kalangan yang menyebut RUU Kamtansiber yang digagas DPR tidak memiliki unsur kebaruan dan justru “memukul” perkembangan industri.

Baca juga: BSSN Pastikan Undang-Undang Siber Tidak Akan Tumpang Tindih

“Untuk bagaimana aturan detil teknis tentu akan dibicarakan bersama stakeholder. Karena ini semangatnya ke-Indonesiaan dan mungkin ada protokol baru (dalam RUU). Artinya ada satu knowledge, kalau kita enggak kalah. Kita punya “batik” (kekhasan), orang luar enggak punya,” ucapnya setengah bercanda.

Tentang kekhawatiran terjadinya overlapping kewenangan, Tedi berpendapat dengan adanya beleid baru akan terbuka ruang komunikasi antar unit siber yang melekat di institusi negara. BSSN menurutnya menjadi leading sector sesuai yang diamanahkan dalam Perpres dan Undang-Undang. Dengan adanya pengaturan yang jelas maka akan muncul sinergitas dan konsolidasi dalam penanganan ranah siber nasional.

“Dalam RUU Kamtansiber ini yang perlu diingat tidak hanya BSSN (terlibat). Di situ ada kepolisian, TNI, dan kementerian lain. Tetapi untuk khusus siber yang berkewenangan untuk mengatur dan mengkonsolidasikan adalah BSSN dimana diamanahkan menjadi leading sector-nya,” ucap Tedi.

Ia mengatakan konsep RUU Kamtansiber yang ada saat ini sudah cukup tepat karena berbicara tentang Keamanan dan Ketahanan Siber. Ruang siber menurutnya tidak hanya perlu diamankan tetapi juga mengalami ketahanan dan ketangguhan menghadapi serangan (cyber attacks) dari pihak musuh.

Baca juga: ICSF: Draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Sudah Usang

“Siber itu kan resilience, itu menjadi diskursus dunia sejak 4 tahun lalu, bahkan CSA (Cyber Security Agency) Singapore sekarang sudah mengambil konsep ketahanan dengan adanya BSSN ini berarti ada lompatan yang cukup baik sebagai milestone. Ketahanan dalam konteks keamanan, walaupun kita diserang tetapi tahan punya endurance,” ujarnya.

Dengan adanya tuntutan itu Tedi berpandangan tepat bila semua pihak menyegerakan peraturan perundangan di ranah siber yang selama ini belum ada. “Karena kalau kita lihat siber ini tidak ada di Undang-Undang yang lain kecuali Undang-Undang Intelijen tetapi itu kan [pengaturan] tertutup,” ujarnya.

Dalam hal pengamanan siber menurutnya BSSN juga sudah bertransformasi menjadi institusi terbuka dimana sebelumnya berasal dari institusi tertutup yakni Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Ia menyanggah kekhawatiran bahwasanya BSSN akan “mencampuri” wilayah pengamanan siber di lingkup intelijen dan militer. “Dalam konteks ini clear kok bahwa militer punya ranah sendiri yang bisa diperbantukan. Karena secara knowledge kan balik lagi, siber ini bukan di ranah militer tetapi di ranah profesional”.

Pakar IT itu menyebutkan RUU Kamtansiber akan memiliki semangat kolaboratif dengan menyinergikan berbagai lembaga yang punya kewenangan dalam melakukan pengawasan keamanan siber. Tedi berharap RUU yang dirampungkan di DPR akan menjadikan layanan siber di Indonesia lebih unggul dan berkualitas.

“Dalam RUU saya lihat ada usulan untuk sertifikasi SDM, alat, dan komponen. Jadi ini akan menjadi diskursus tersendiri dengan industri termasuk juga asosiasi. Tetapi “ruh” nya adalah bahwa selama ini kita tidak ada [lembaga] yang berwenang mengatur sertifikasi terkait keandalan sumber daya siber itu,” katanya.

282