Home Gaya Hidup Istana Batu di Song Gilap, Potensi Wisata di Desa Kekeringan

Istana Batu di Song Gilap, Potensi Wisata di Desa Kekeringan

Gunungkidul, Gatra.com - Istana ornamen batu menjadi keindahan dan keunikan Goa Song Gilap di Desa Kenteng, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Namun keindahan ini hanya bisa dinikmati saat musim kemarau untuk menjaga keselamatan pengunjung dari derasnya aliran sungai bawah tanah di dalamnya. Potensi wisata di daerah rawan kekeringan.
 
Pemandu wisata Goa Song Gilap, Joko Wastiyo, mengatakan, jalur  menuju istana ornamen itu melewati aliran sungai. Kedalamannya pun beragam, ada yang setinggi mata kaki atau lutut orang dewasa. 
 
"Ada juga yang sampai setengah badan orang dewasa. Itu saat musim kemarau," kata dia, saat dihubungi, Senin (5/8), sehari setelah Gatra.com menyambangi goa itu.
 
Volume air sungai itu akan bertambah saat musim hujan. "Kalau musim hujan kami belum berani mengajak masuk wisatawan, karena volume air sungai bertambah. Jadi ini benar-benar wisata minat khusus," katanya. 
 
 
Joko mengungkapkan, untuk mengobati kekecewaan wisatawan yang tak bisa masuk ke goa saat volume air bertambah, pengelola berencana membuka objek wisata lain di dekat mulut goa. Antara lain outbound, camping, hingga memberi makan monyet ekor panjang. 
 
"Di luar goa itu ada banyak monyet ekor panjang. Itu bisa kami tampilkan. Diberi makanan, monyet biasanya keluar," katanya. 
 
Saat ini,  wisata minat khusus masuk ke Goa Song Gilap dirintis secara bertahap. Kelompok sadar wisata (pokdarwis) desa tidak bisa bergerak cepat karena menghadapi banyak kendala. 
 
Mulai masalah jaringan internet, sinyal provider, hingga akses jalan dari Kecamatan Ponjong ke Goa Song Gilap. "Karena kendala-kendala itu, kami belum bisa promosi maupun membuka wisata secara cepat," katanya. 
 
 
Istana ornamen di Goa Song Gilap memiliki aneka batu berbentuk mirip jamur dan bunga teratai. Istana ornamen itu dapat ditempuh selama 2 jam berjalan kaki dari mulut goa. 
 
Salah seorang warga, Budiyanto, 70 tahun, warga Dusun Klumpit, Desa Kenteng mengatakan, pernah masuk ke sana. "Di dalamnya cukup luas dan gelap," katanya. 
 
Goa tersebut ditemukan Budiyanto pada 1972 silam. Saat itu ia juga menemukan air bawah tanah yang hingga  kini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat sekitar.
923