Home Ekonomi Hilirisasi Karet Sumsel Butuh Percepatan

Hilirisasi Karet Sumsel Butuh Percepatan

 

Palembang, Gatra.com – Hilirisasi komoditas unggulan Sumsel, karet perlu dipercepat (akselerasi). Apalagi, penyakit gugur daun terus menyerang komoditas unggulan Sumsel tersebut, saat ini.

Pengamat Ekonomi Unsri, Bernedette Robiani mengatakan, keinginan serta mimpi memiliki industri manufaktur untuk komiditas unggulan Sumsel sudah sejak lama. Kini saatnya, Sumsel melakukan percepatan untuk menggapai hal tersebut. Apalagi, produksi dan harga di pasar internasional tidak cukup menguntungkan petani saat ini. Pemerintah daerah harus segera bertindak kongkert guna menyelamatkan kondisi unggulan perkebunanan tersebut,

“Saat ini sudah saatnya harus de-akselerasi (percepatan). Jangan lama berfikir lagi, langsung aktion, tahapan percepatan. Karena memang itu yang menjadi jawabannya saat ini, apalagi saat ini, produksi bermasalah karena serangan penyakit dan harga,” ungkapnya usai menjadi pemateri pada Seminar Diseminasi Kebijakan Moneter Semester I 2019 dengan Topik Penguatan Industri Manufaktur Dalam Kerangka Meningkatkan Daya Saing Perekonomian Menuju Indonesia Sebagai Negara Maju 2045 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Perwakilan Sumsel, Senin (5/8).

Diungkapkan Bernedette, Sumsel sudah sangat tepat meletakkan hilirisasi pada produk unggulannya seperti karet, sawit seperti CPO, hingga kopi dan beras. Hanya saja tinggal menunggu tindakan nyata serta kordinasi dan sinkronisasi program antara pemerintah pusat, pelaku usaha dan lainnya.

“Turunan hilirisasi karet itu, sebenarnya banyak. Jika belum mampu membuat pabrik skala besar, maka bisa dimulai dengan hilirisasi misalnya, karet gelang, alat kotrasepsi dan barang kebutuhan lain yang memang mampu menyerap produksi karet Sumsel,” ungkapnya.

Keseriusan pemerintah dalam memulai hilirisasi dapat dilakukan dengan menetapkan kawasan industri, kemudahan dalam kerjasama, kepastian infrastuktur hingga kemudahan-kemudahan yang diberikan lainnya.

Benerdette mencontohkan saat pemerintah daerah serius ingin memulai hilirisasi tentu diawali dengan mencari investor. Untuk menyakinkan pihak tersebut, pemerintah daerah tentu harus memiliki master plan perencanaan daerah, sehingga mampu mengaet para pelaku usaha agar yakin dan percaya dalam memulai usaha manufaktur di Sumsel.

“Misalnya, pemerintah mulai memastikan lokasi, apa saja yang bisa diperoleh investor saat menjadi pelaku usaha manufaktur di Sumsel, hal-hal ini sebenarnya yang dijual, dikenalkan dan menjadi daya tarik bagi investor,” terangnya.

Sehingga ia menyimpulkan dalam kurun waktu dekat, pemerintah sebaiknya memulai dengan upaya-upaya menyerapan karet terutama yang diproduksi rakyat. Industri manufaktur masih menempatkan Indonesia belum sebagai penentu harga dan pasar. Kondisi ini yang mengharuskan, pemerintah daerah berkordinasi memulai hilirisasi, misalnya pada inovasi aspal campuran karet sekalipun.

“Misalnya pemerintah mendorong aspal bercampur karet, tapi itukan sifatnya konsumsi, yang dikatakan hilirisasi (manufaktur), saat pemerintah membangun pabrik lateks yang menjadi penyokong kebijakan tersebut,” pungkasnya.

Selain pengamat Bernadatte, hadir pula dalam kegiatan tersebut Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia sekaligus Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Firman Mochtar. Dalam kesimpulannya, Firman Mochtar menyatakan Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas dengan memperkuat stuktur perekonomian dengan salah satunya membangun industri manufaktur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

660