Home Politik Presiden Jokowi Perlu Pemerintahan yang Lincah dan Gesit

Presiden Jokowi Perlu Pemerintahan yang Lincah dan Gesit

Jakarta, Gatra.com -- Pesta demokrasi telah usai saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pada kontestasi pilpres 2019 lalu. Menjelang pelantikan Oktober mendatang, Presiden Jokowi akan menyiapkan postur dan konfigurasi menteri di kabinetnya.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengusulkan desain kabinet agile untuk pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Kabinet agile sederhananya diartikan sebagai kabinet yang gesit, fleksibel dan lincah. Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Jokowi untuk mendongkrak “sistem” yang sudah mapan, melakukan reformasi birokrasi, dan mengubah model birokrasi lama yang malas menjadi berkemajuan.

Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN, Tri Widodo Wahyu Utomo mengatakan keberadaan kabinet agile adalah bagian dari tuntutan zaman. Tantangan birokrasi Indonesia ke depan menurut Tri akan berkelindan pada bonus demografi, ekonomi digital, revolusi industri 4.0, jebakan middle income trap, defisit transaksi berjalan dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan.

“Konteksnya kita ke depan punya tantangan yang sangat luar biasa. Ketidakpastian global, perkembangan global begitu cepat, kemudian pertumbuhan ekonomi yang lima tahun ini cenderung stagnan, melambat, bukan hanya di Indonesia tetapi kecenderungan global di dunia,” ujar Tri saat sesi diskusi “Kajian Isu Aktual: Desain Kabinet Agile Tahun 2019-2024” di gedung LAN, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (8/8).

Tri mengatakan untuk bisa menjadi kabinet agile adalah ada enam poin yang perlu menjadi fokus perhatian. Bila kriteria itu tercapai maka kabinet akan berjalan dengan baik terlepas dari siapapun yang akan menjadi calon pembantu Presiden Jokowi. Lembaga Administrasi Negara (LAN) menurut Tri punya kewenangan untuk menyusun kajian dan kriteria terhadap formulasi kabinet agile yang ideal untuk pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

“Kabinet agile adalah kabinet presidensial yang bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan zaman dengan kriteria utama enam hal yakni ideologi, strategi, struktur, proses, teknologi dan SDM,” katanya. Ideologi menurutnya masih menjadi faktor pertama dan determinan dan menentukan dalam rancangan kabinet agile. Oleh karenanya setiap jajaran Kementerian harus menjadikan ideologi Pancasila sebagai dasar pijakan.

“Dalam konteks ideologi, seluruh kementerian harus memberikan landasan ideologi untuk memperkuat ideologi Pancasila. Karena Pancasila itu adalah ideologi yang harus dimanifestasikan, diaktualisasikan di dalam urusan kementerian,” kata Tri.

Poin kedua, kabinet harus memiliki strategi pembangunan nasional. Strategi tersebut dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), program dan anggaran, memperhatikan desentralisasi dan otonomi daerah, kinerja lembaga serta dinamika lingkungan stratejik dan globalisasi.

“Kedua adalah strategi, strategi ini dipermudah adanya RPJM lima tahun ke depan, dan dipermudah dengan adanya dokumen RPJP 20 tahun dari 2005 sampai 2025. Dengan dua dokumen itu, kabinet kita sudah harus paham mau dibawa ke mana pemerintahan kita. Tinggal yang harus dipikirkan adalah strategi terbaik dari menteri ini,” ujarnya.

Poin ketiga yakni struktur yang menjadi potret dan realisasi kementerian. Kabinet juga harus ditopang dengan struktur yang tangguh dimana setiap kementerian dan kelembagaan harus terhindar dari potensi tumpang tindih kewenangan serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas dari kementerian dan lembaga. Tri mencontohkan bagaimana urusan pendidikan nasional harus diurus oleh tiga (3) lingkup kementerian yakni kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Riset, Pendidikan, dan Teknologi Tinggi (Kemenristekdikti) dan Kementerian Agama (Kemenag).

“Jadi tantangannya kita masih menemukan tupoksi dari kementerian dan lembaga yang tumpang tindih. Selain itu terlihat kinerja kementerian belum optimal dan terjadi pembengkakan struktur,” katanya. Ia mengatakan perumpunan penanganan urusan pemerintahan dengan menggunakan pendekatan teknokratis sangat diperlukan dan penting sebagai dasar penyusunan kabinet.

“Kemudian struktur, kita menginginkan ada satu kebijakan yang kelembagaan kabinet itu yang memiliki cross cutting yang relatif jelas. Perumpunan menjadi analisis yang penting dalam menyusun desain kabinet ini,” ucapnya.

Poin keempat yakni proses pembentukan kabinet harus dilakukan secara transfaran, partisipatif, dan akuntabel. Selain itu proses dalam kementerian harus bersinergi dalam mencapai visi dan misi pemerintah.

“Kemudian dalam proses ini tentu kita melihat manajemen pemerintahan dimulai dari visi presiden yang nanti dituangkan dalam RPJM Nasional dari visi yang ada RPJP itu ditunjukkan dalam visi kementerian,” kata Tri.

Poin selanjutnya yang tak kalah penting yakni teknologi dan sumber daya manusia. Kemajuan zaman di era global meliputi pemanfaatan big data, internet of things, dan artificial intelligence. Dengan adanya hal tersebut maka kabinet agile harus didukung dengan penguatan teknologi di segala aspek kementerian.

“Teknologi menurut kami juga penting untuk direspons oleh kementerian. Ke depan kita berharap kementerian itu mampu menjadikan teknologi sebagai peluang untuk melakukan digitalisasi di dalam fungsi kementerian,” sambungnya. Selain itu kabinet harus didukung dengan SDM yang andal dan profesional serta memiliki latar belakang keahlian.

Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN Muhammad Taufiq mengatakan bahwa persoalan ekonomi tetap menjadi persoalan utama dalam kabinet mendatang. “Yang pertama perlu diprioritaskan adalah persoalan ekonomi dimana kita mengalami defisit. Kedua kita harus bisa membangun kebersamaan tidak mungkin kita menjadi lincah tetapi meninggalkan koefisien gini atau kesenjangan yang masih tinggi,” kata Taufiq.

Ia mengatakan pembahasan tentang kabinet agile tidak hanya bergantung pada personal menteri atau pembantu presiden, tetapi lebih pada kesatuan tim. “Kita selalu berdiskusi agile atau tidaknya pemerintahan tergantung menteri-menterinya, menteri ini hanya bisa bekerja kalau dibantu oleh orang-orang yang profesional. Tetapi yang terpenting bagaimana ia dibantu oleh pasukan yang profesional," ujarnya lagi.

567