Home Politik PBNU Sebut Radikalisme Merupakan Bencana Bagi Indonesia

PBNU Sebut Radikalisme Merupakan Bencana Bagi Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Radikalisme merupakan bagian dari faham negatif untuk menghancurkan keutuhan Indonesia. Faham ini menurut Rais Syuriyah Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) K.H. Ahmad Ishomuddin, dapat menjadi senjata ampuh dalam memecah belah bangsa Indonesia.

Saat ini, menurutnya, Indonesia sedang mengalami bencana yang besar, salah satunya masyarakat tercemari penyakit intoleransi dan radikalisme yang berkaitan dengan perkembangan terorisme.

"Radikalisme itu yang menentang Pancasila sebagai ideologi negara, menentang Bhinneka Tunggal Ika, menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menentang Undang-Undang Dasar 1945," terangnya dalam seminar nasional mengenai radikalisme dan korupsi di Gedung Juang '45, Jakarta, Senin (12/8).

Ia menambahkan, siapa pun masyarakat yang intoleran patut ditindak tegas. Karena butir Pancasila sudah jelas menggambarkan adanya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.

"Ideologi Indonesia merupakan sesuatu yang disepakati bersama, Pancasila itu sila pertamanya menggambarkan kebebasan beragama (tanpa hambatan apa pun), sebab NKRI ini didirikan bukan hanya dari orang Islam, tetapi semua tokoh-tokoh beragama, Indonesia rumah besar bagi semua orang beragama, bukan bagi agama tertentu. Maka Pancasila itu tidak boleh dipertentangkan dengan agama mana pun," jelasnya.

Karena itu, baginya perlu ada beberapa prinsip dasar untuk mendamaikan Indonesia. "Masyarakat ini perlu meningkatkan sikap moderat dalam beragama, karena jika terlalu lemah kita diinjak, tapi jika terlalu keras dalam beragama kita dapat dipatahkan. Selain itu, di dalam menyikapi perbedaan identitas dalam NKRI kita perlu memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap perbedaan," sambungnya.

Ia pun setuju, kaum radikal yang menentang Pancasila diberantas karena bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara. "Perbedaan yang sifatnya berhubungan prinsip, jangan diberi ruang, misal yang ingin mengganti ideologi Pancasila," ucapnya.

 

702