Home Ekonomi PNBP SDA Diprediksi Turun, INDEF : Genjot PNBP K/L dan BUMN

PNBP SDA Diprediksi Turun, INDEF : Genjot PNBP K/L dan BUMN

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah menargetkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp353,9 triliun dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Sedangkan PNBP Sumber Daya Alam (SDA) ditargetkan mencapai Rp153,7 triliun dalam RAPBN 2020.

PNBP SDA, yang bersumber dari migas dan nonmigas, diperkirakan akan turun dari Rp180,6 Triliun pada 2018 menjadi Rp152,2 triliun pada 2019. Hal ini menyebabkan target PNBP SDA 2020 relatif stagnan dibandingkan tahun ini.

"Patut diwaspadai [adanya] penurunan PNBP nonmigas karena terdapat tren penurunan harga batu bara yang relatif konsisten dan cukup besar, yakni sebesar 33%, sejak awal tahun ini," terang Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Izzudin Al Farras dalam Diskusi Online "Membedah Target Penerimaan Negara dalam RAPBN 2020", Kamis (22/8).

Ia menyarankan pemerintah untuk menggenjot PNBP yang bersumber dari Kementerian/Lembaga (K/L) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengatasi berkurangnya pendapatan dari migas dan nonmigas.

Farras mencatat, ada enam K/L yang menghasilkan pendapatan terbesar berdasarkan RAPBN 2020, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Rp17,5 triliun); Kepolisian Negara RI (Rp10,4 triliun); Kementerian Perhubungan (Rp7,3 triliun); Kementeriam Hukum dan HAM (Rp3,5 triliun); Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Rp2,4 triliun); dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Rp2,3 triliun).

"Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, PNBP lainnya masih dapat ditingkatkan," ujarnya.

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih dapat meningkatkan PNBP Lainnya, sehingga mencapai sekitar Rp9 triliun, yang sesuai dengan hitungan Kemenhub.

"Karena kurang cermatnya satuan kerja Kemenhub dalam melakukan pemungutan PNBP, maka target tersebut tidak dapat tercapai," tegasnya.

Di sisi lain, ia mengatakan, tata kelola BUMN harus diperbaiki untuk meningkatkan dividen BUMN, sehingga meningkatkan pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Farras mencatat, ada 9 BUMN penyumbang dividen terbesar kepada pemerintah selama 5 tahun terakhir, yaitu Bank Rakyat Indonesia, Telkom, Pertamina, Bank Mandiri, PLN, Bank Negara Indonesia, Pegadaian, Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), dan Pupuk Indonesia.

"Secara umum, kinerja BRI, Telkom, dan Bank Mandiri yang cukup baik berdampak kepada semakin besarnya dividen yang diberikan kepada pemerintah," tuturnya.

Menurutnya, ada dua BUMN yang perlu dicermati pergerakan dividennya yaitu PLN dan Pertamina, karena kinerjanya terus disorot berbagai pihak.

"Pertamina, selama lima tahun terakhir, seringkali mengganti direksinya yang penggantiannya tersebut cenderung politis," ujarnya.

Menurutnya, hal ini berpengaruh pada fluktuasi dividen Pertamina. Dividen Pertamina kepada pemerintah sempat meningkat pesat dari Rp6,3 triliun pada 2015 menjadi Rp11,6 triliun pada 2017. Kemudian, dividen merosot drastis menjadi Rp8,6 triliun pada 2018. Diproyeksikan menurun kembali menjadi Rp8 triliun pada 2019.

Pergantian direksi dan komisaris juga terjadi di PLN. Perolehan dividen PLN terus menurun dari Rp4 Triliun pada 2015 menjadi Rp0,3 triliun pada 2018. Adapun pada outlook 2019, dividen dari PLN ditargetkan sebesar Rp4 triliun.

"Apabila pergantian pucuk pimpinan dan pengawas BUMN besar seperti PLN dan Pertamina begitu cepat berganti, artinya terdapat permasalahan berupa tata kelola BUMN yang buruk," katanya

Oleh karena itu, Farras menyarankan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengganti Menteri BUMN saat ini yang dianggap tidak mencerminkan dan mengedepankan pengelolaan tata kelola BUMN yang baik.

"Dengan adanya perbaikan tata kelola BUMN ke arah yang lebih baik, maka kedepan para BUMN ini dapat memberikan kontribusi terbaik untuk penerimaan negara dan pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas," tuturnya.

 

104