Home Politik Busyro Tuding Seleksi Capim KPK Bak Operasi Intelijen

Busyro Tuding Seleksi Capim KPK Bak Operasi Intelijen

Yogyakarta, Gatra.com - Dari 20 nama calon pimpinan KPK yang tengah menjalani seleksi saat ini, lebih dari separuhnnya dianggap tidak bersih. Untuk itu, panitia seleksi jangan sampai memaksakan memilih 10 orang untuk disetorkan ke Presiden RI Joko Widodo. Proses seleksi capim KPK juga disebut adalah bentuk operasi intelijen.
 
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan sejumlah hal itu. Menurut dia, ada lebih dari 10 orang dari 20 capim KPK tidak bersih dan sedang diproses Pansel KPK. "Karena lebih dari 10 itu yang diduga tidak bersih, makanya jangan dipaksakan kalau undang-undangnya harus 10 yang dikirim Presiden ke DPR," kata Busyro di kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Jumat (30/8).
 
Busyro menyarankan Pansel KPK mencontoh proses seleksi Komisi Yudisial (KY). Dalam memilih Hakim Agung, KY beberapa kali mengerucutkan jumlah calon yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. "KY saja tidak mau. Pansel KPK mestinya jangan paksakan sepuluh. Kalau memang hanya ada tiga, empat, lima orang yang bersih, ya itu (yang diloloskan)," ujarnya. 
 
Busyro juga mengatakan, DPR periode ini yang melakukan uji kelayakan pada capim KPK supaya tidak terkesan tergesa-gesa. "Sebaiknya yang melakukan it and proper test itu bukan DPR yang sekarang, tapi DPR yang akan datang. Agar suasana baru, lalu tidak tergesa-gesa. Kalau dipaksakan justru menimbulkan pertanyaan, apa-apa dipaksakan," ujarnya. 
 
Menurut dia, sejumlah capim diduga menerima suap dan tak menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun ia bilang tak tahusiapa saja. "Saya enggak tahu detailnya, termasuk dugaan (pernah menerima) gratifikasi itu. Datang saja ke KPK karena terekam semuanya," katanya. 
 
Busyro juga menuding pemilihan capim KPK terindikasi sebentuk operasi intelijen. Sebab tahap seleksi capim KPK dilakukan secara tidak transparan. "Sepertinya ada indikasi operasi intelijen. Mirip operasi intelijen. Sifatnya senyap, tidak mau transparan. Kalau negara ini sudah dikuasai oleh sistem yang dioperasikan oleh operasi intelijen, rusak negara ini. Karena ini negara hukum, negara hukum itu demokrasi dan HAM. Demokrasi menuntut transparansi," katanya. 
 
Namun ia juga tak menyebut pihak yang melakukan operasi intelijen itu. "Operasi intelijen sulit diketahui oleh siapa, apalagi namanya siapa. Tapi indikasinya mirip," pungkasnya.
203