Home Milenial Contempt of Court dalam RKUHP Ancaman Bagi Kritikus

Contempt of Court dalam RKUHP Ancaman Bagi Kritikus

Jakarta, Gatra.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) semakin dirasa meresahkan, mengancam dan berpotensi menjadi alat untuk mengkriminalisasi berbagai pihak. Salah satunya menyasar orang-orang yang dinilai kritis terhadap peradilan di Indonesia.

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mengatakan delik contempt of court atau tindak pidana terhadap proses peradilan berpotensi sebagai pasal karet yang membahayakan advokat, akademisi, pers, dan masyarakat umum.

"Posisi KKP ini menolak regulasi karena sangat karet dan mengancam kebebasan, tidak hanya advokat tapi juga teman-teman media dan para pencari keadilan," kata Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar di kantor ICW, Kalibata, Minggu, (1/9).

Jika menelisik pasal 281 RKUHP terakhir tertanggal 25 Agustus 2019, tentang Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan. Setiap orang dapat dipidana karena tiga opsi.

Pertama, dalam pasal a tertulis setiap orang yang tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan.

"Nah masalahnya tidak ada ukuran dimensi peradilan mengganggu, apa ukurannya," tanya Erwin.

Kemudian dalam poin (b), tertuang ancaman pidana untuk orang bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.

Yang paling menjadi soal menurut Koalisi, yakni pasal pada poin (c), yang berbunyi siapa saja yang melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.

Kepala Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Organisasi YLBHI, Feby Honesta menambahkan pada aturan itu bertentangan dengan prinsip persidangan terbuka. Karena bertolak belakang dengan pasal 154 ayat (3) KUHAP yang menyebutkan; Untuk keperluan pemeriksaan, hakim Ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

"Jika dibiarkan, maka sifat pengadilan terbuka untuk masyarakat menjadi hilang," tambahnya.

Untuk itu, Koalisi mendesak DPR agar menghapuskan ketentuan mengenai delik contempt of court dalam RKUHP. Karena delik ini berpotensi menghambat reformasi peradilan yang masih butuh masukan dari masyarakat maupun media. 

Serta berpotensi menjadi alat untuk mengkriminalisasi kritikus dan media soal kritik terhadap sistem dan kinerja peradilan.

156

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR