Home Ekonomi Perpres ISPO Picu Petisi Petani Sawit

Perpres ISPO Picu Petisi Petani Sawit

Pekanbaru, Gatra.com - Tak berterima dengan rencana pemerintah untuk segera memberlakukan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi petani kelapa sawit, seorang warga bernama Abdul Aziz menjadikan aturan yang bakal dibikin dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) itu menjadi petisi dalam change.org.

Petisi itu ditujukan kepada Presiden Jokowi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Aziz mengaku membikin petisi itu lantaran dia khawatir Perpres tadi akan membikin petani sawit makin kelimpungan. "Soalnya hal paling pokok dalam Perpres ISPO itu adalah petani sawit musti punya sertifikat ISPO. Salah satu syarat untuk mendapatkan sertifikat itu, legalitas petani harus jelas, enggak boleh berada di kawasan hutan," kata lelaki 45 tahun ini kepada Gatra.com Selasa (3/9).

Memang kata Aziz, dia dapat kabar bahwa setelah Perpres itu berlaku, maka otoritas kehutanan yang juga nanti menjadi bagian dari instrumen Perpres ISPO itu, akan menyelesaikan persoalan lahan petani sawit yang ada di kawasan hutan.

Itulah makanya, Perpres tadi baru akan benar-benar berlaku bagi petani, lima tahun setelah Perpres itu diberlakukan. "Keterangan ini saya dapatkan langsung dari Ketua Tim Penguatan ISPO, Williastra Dani, di Jakarta beberapa waktu lalu," ujar Aziz.

Aziz mengaku sempat berdebat panjang dengan mantan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau itu. "Saya mempertanyakan urgensinya apa? Kenapa harus segera, padahal Permentan 11 tahun 2015 tentang ISPO masih ada dan relevan," Aziz cerita.

Kenapa enggak itu saja dipakai dulu, lalu tim terkait memberesi apa yang menjadi kendala petani untuk mendapatkan sertifikat ISPO tadi. "Pak Willi bilang, justru untuk menyelesaikan persoalan lahan di kawasan hutan itulah makanya Perpres itu dibikin. Biar ego sektoral kementerian tidak mengemuka. Kalau cuma peraturan menteri, ya masing-masing kementerian lah yang akan membikin aturan. Kalau Perpres kan, kementerian akan ikut aturan main yang ada di Perpres itu," Aziz menirukan omongan Willi.

Meski Aziz mendengar langsung penjelasan itu, ayah lima anak ini tidak percaya. Alasannya, sudah ada sederet aturan main untuk menyelesaikan persoalan lahan petani kelapa sawit di kawasan hutan, tapi menurut Aziz, aturan itu hanya tinggal aturan.

"Tengok saja di daerah, pemerintah daerah mana yang sudah menjalankan Perpres 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Persoalan Tanah di kawasan hutan? Sementara di lapangan, petani banyak dikejar-kejar oleh oknum dengan dalih petani melanggar hukum lantaran berada di kawasan hutan. Dan gara-gara klaim kawasan hutan itu, banyak sawit petani enggak laku di pabrik. Kalaupun laku, paling ke pengepul," ujar Aziz.

Lantaran ketidakpercayaan tadilah kata Aziz, dia membikin petisi itu. "Enggak lebih penting menuruti permintaan asing dibanding mensejahterakan rakyat sendiri. Saya secara pribadi, sangat mendukung ISPO, sebab sisi positifnya banyak. Harga sawit petani semakin terjamin, begitu juga keberlangsungan dan kualitas tanamannya. Tapi kalau petani diwajibkan punya sertifikat ISPO sementara mereka masih di kawasan hutan, sudah enggak bener namanya itu. Sama saja ibarat sebuah keluarga; orang tuanya bisa membikin orang kenyang, tapi anak sendiri dibikin kelaparan," ujar Aziz.

Kepada Gatra.com, Ketua DPP Apkasindo Gulat Medali Emas Manurung mengatakan, sertifikat ISPO adalah persoalan krusial yang kini sedang melanda petani sawit. Bahkan, persoalan tersebut kian menambah deraan di tengah harga sawit yang belum bisa disebut memuaskan.

"Intinya mendukung pemberlakuan ISPO. Hanya saja kami berharap legalitas lahan petani diselesaikan dulu. Kalau legalitas lahan beres, sertifikat apapun yang disodorkan kepada petani, petani pasti akan mau. Tapi kalau ISPO diberlakukan tanpa terselesaikan dulu persoalan legalitas lahan petani, itu memberatkan petani," katanya.

Gulat kemudian merinci, dari 5,85 juta hektar luas kebun kelapa sawit petani di Indonesia, sekitar 56 persen diklaim sebagai kawasan hutan. 

Dan uniknya, klaim tadi menjadi dipertanyakan lantaran sejumlah pakar perhutanan menyebut bahwa mayoritas klaim kawasan hutan di Indonesia masih berada pada tahap penunjukan.

"Artinya, tahapan ini baru satu dari 4 tahapan mutlak yang harus dipenuhi supaya sah disebut kawasan hutan sesuai pasal 15 UU 41 Tahun 1999 tentang kehutanan," ujar Gulat. 

 

574