Home Politik Revisi UU KPK, Abraham Samad: Hanya Akan Buat KPK Mati Suri

Revisi UU KPK, Abraham Samad: Hanya Akan Buat KPK Mati Suri

Jakarta, Gatra.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad mengatakan tak ada urgensinya UU KPK perlu direvisi oleh DPR-RI. Menurut samad, justru perubahan yang dilakukan oleh DPR malah condong memperlemah kinerja KPK.

"Undang-undang itu gak haram untuk dirubah. Tapi kita harus lihat urgensinya apa UU KPK sudah tidak sesuai dan tidak relevan? Ternyata setelah kita lihat, kita telusuri draft revisi ternyata banyak bagian hasil revisi ini menurut kami justru tidak lebih menguatkan KPK, tapi justru mengandung pelemahan-pelemahan," kata Samad kepada wartawan di d'consulate resto and lounge, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).

Baca juga: KPK: Materi RUU KPK Melumpuhkan Fungsi-Fungsi KPK

Menurut Samad, poin yang paling condong melemahkan KPK adalah akan diangkatnya pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal tersebut menurutnya akan membuat KPK menjadi tidak independen.

"Di mana-mana kalau kita lihat lembaga penegak korupsi di dunia itu sifatnya independen. Oleh karenanya kalau KPK mau dijadikan menjadi bagian eksekutif, maka tidak usah ada KPK. Sudah ada kepolisian kejaksaan. Jadi kekhususan KPK itu lah yang membuat KPK menjadi lembaga independen," jelas Samad.

Baca juga: Diajukan Masa Pimpinan Plt Ruki, Revisi UU KPK Bermasalah

Karena itu, menurutnya kalau terus dipaksakan dan menghasilkan sebuah undang-undang yang baru, maka ia khawatir KPK akan mati suri.

"Kalau mati suri saya khawatir agenda pemberantasan korupsi juga otomatis berhenti dan tidak berjalan lagi, mati suri itu kalau menurut ilmu kedokteran orang sudah mati cuma denyutnya yang masih berjalan," ucap Samad.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan KPK telah diujung tanduk apabila draf revisi UU KPK disahkan. Ia menyebutkan terdapat sembilan persoalan di draf RUU KPK yang beresiko melumpuhkan Kerja KPK, yaitu:

1) Independensi KPK terancam karena akan dijadikan Lembaga Pemerintah Pusat;

2) Penyadapan dipersulit dan dibatasi;

3) Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR;

4) Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi;

5) Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung;

6) Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria;

7) Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas;

8) Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan

9) Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

 

287