Home Gaya Hidup Indonesia Darurat Perkawinan Anak, Ini dampaknya!

Indonesia Darurat Perkawinan Anak, Ini dampaknya!

 

Jakarta, Gatra.com - Revisi batas minimal usia perkawinan dalam Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan harus segera disahkan. Hal ini guna mencegah masifnya perkawinan usia dini.

Meski begitu, masih banyak masyarakat menganggap perkawinan anak sebagai hal lumrah, berdasarkan budaya dan lainnya. Selain itu, dilihat dari sisi moril maupun materiil. 

"Di samping budaya patriarki, penyebab perkawinan anak itu karena kemiskinan. Menikahkan anak dapat melepaskan tanggung jawab ekonomi orang tua. Selain itu, [berdasarkan] adat dan budaya masyarakat. Berkaitan dengan pandangan mereka kalau menjadi perawan tua akan membuat keluarga malu serta merugikan anak perempuan," kata Menteri PPPA, Yohana Yembise di Media Center Kemen PPPA, Jakarta Pusat, Senin (9/9).

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan, Indonesia menempati peringkat ke-7 perkawinan anak terbanyak sedunia dan peringkat ke-2 di tingkat ASEAN. Hal itu menunjukkan, Indonesia sedang berada pada situasi darurat perkawinan anak.

Yohana menuturkan, beberapa dampak apabila perkawinan anak masih belum dapat dicegah. Terdapat lima poin, di antaranya: 

1. Risiko Kesehatan Reproduksi Perempuan

Dampak kehamilan dari perkawinan di usia dini bagi perempuan berpeluang 4,5 kali berisiko tinggi pada kesehatan. Perdarahan dapat terjadi 3 kali lebih dan menyumbang komplikasi kesehatan reproduksi, serta mengakibatkan tingginya angka kematian ibu.

2. Anak Stunting

Perkawinan usia dini juga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Sebab, perempuan yang masih terlalu dini hamil belum memiliki sistem reproduksi baik. Ditambah dengan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan gizi.

3. Perceraian

Hal ini berdampak pada kualitas keluarga yang buruk dan umumnya tidak bertahan lama. Lebih dari 50% perkawinan anak hanya bertahan 1-2 tahun. Umumnya, anak perempuan diceraikan setelah memiliki anak dan menimbulkan beban baru dari anak perempuan yang telah diceraikan. Anak perempuan yang diceraikan akhirnya harus kembali ke orang tua.

4. Kekerasan Rumah Tangga

Kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT) bisa timbul akibat dari perkawinan anak. Anak-anak masih memiliki emosi dan mental yang belum stabil, sehingga dalam penyelesaian masalah akan lebih banyak bergantung pada emosi yang meledak-ledak.

5. Tidak Memiliki Kesempatan Pendidikan

Perempuan tidak dapat melanjutkan sekolah apabila sudah hamil. Ketika itu terjadi, negara gagal menuntaskan kewajiban belajar 12 tahun dan mewujudkan SDM yang unggul serta berdaya yang akhinya meningkatkan pekerja anak bagi kaum laki-laki.

 

229