Home Ekonomi Kampus Digital Anti-Pengangguran

Kampus Digital Anti-Pengangguran

Bermula dari kelas container, PCR tumbuh menjadi politeknik berbasis digital. Sejumlah inovasi digagas, termasuk proposal kerja sama pengembangan smart city Kota Pekanbaru.



Jika anda ragu dengan otentisitas batik khas Riau yang anda beli, bawa saja ke Politeknik Caltex Riau (PCR) di kawasan jalan Umbansari, Rumbai, Pekanbaru, Riau. Dalam hitungan detik, segera ketahuan hasilnya: asli atau palsu. Di atas lahan seluas 15 hektare itu pula, bisa jadi Anda tidak sadar sedang dalam pantauan kampus. Sebab, politeknik yang berusia 18 tahun itu punya teknologi pemantau pergerakan orang.

Itulah beberapa inovasi teknologi yang diterapkan PCR di antara sederet teknologi yang sudah dibikin. “Kalau di internal kampus, urusan apa pun sudah serba digital,” kata Direktur PCR, Dadang Syarif Sihabudin Sahid, kepada GATRA.

Teknologi lain yang sudah dimiliki PCR adalah meng-capture kendaraan di jalan raya. Lewat teknologi ini segera ketahuan mana saja kendaraan yang belum bayar pajak. Lainnya, PCR menyumbangkan teknologi pemantau gangguan listrik, kemudian dipakai PLN Bukit Tinggi, Sumatera Barat, untuk memantau gangguan listrik di medan berat yang sulit terjangkau.

Teknologi inilah yang kemudian mengantarkan PCR menyabet juara I lomba inovasi tingkat nasional yang digelar Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di Malang, Jawa Timur, tahun lalu. “Sejak tiga-empat tahun lalu, kami sudah menerapkan Revolusi Industri 4.0. Yang paling penting dalam Revolusi Industri 4.0 itu sebenarnya konektivitas, perpaduan antara komunikasi dan IOT,” kata Dadang, yang menyandang gelar doktor bidang teknologi informasi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Untuk memastikan visi industri 4.0 itu bermanfaat bagi orang banyak, PCR menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kota Pekanbaru, yang kebetulan sedang menggalakkan konsep smart city. Meski saat ini, konsep kerja sama itu masih terbentur sejumlah kendala non-teknis.

***

poltex-riau
Kegiatan kuliah parktik di Politeknik Caltex, Riau. (GATRA/Abdul Aziz/ft)

Adalah eks Gubernur Riau Saleh Djasit bersama eks Presiden Direktur (Presdir) PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) yang pertama kali menggagas hadirnya PCR ini, 19 tahun silam. Tujuan pendidiriannya sederhana: meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) masyarakat Riau.

“Awalnya cuma ada tiga program studi yang semuanya diploma tiga (D3), yakni /elektronika, Teknik Komputer, dan Teknik Telekomunikasi,” kata Wakil Direktur PCR Bidang Pemasaran, Kerja Sama, dan Alumni, Muhammad Ihsan Zul.

Pada awal berdiri, PCR masih melibatkan dosen politeknik besar dengan sekitar 175 mahasiswa. Proses perkuliahan mulanya diselenggarakan di kontainer yang disulap menjadi ruang belajar. Saat itu, gedung perkuliahan masih dalam tahap pembangunan. “Kantor waktu itu menumpang di kamp Caltex di Rumbai,” Ihsan menambahkan.

Kini, PCR memiliki mahasiswa sekitar 1.590 orang. Bahkan, punya unit marketing tersendiri. Dulu, tenaga marketing dirangkap para dosen. Karena itulah, Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara mulai dirambah.

Tak hanya itu, kegiatan manajemen dan operasional pada awal berdiri –termasuk biaya operasional sampai pelulusan pertama pada 2004—masih dibantu CPI. Meski begitu, tetap ada biaya kuliah mahasiswa; hanya saja uangnya ditabung untuk persiapan transisi menjadi mandiri pada 2005-2006. Pada masa peralihan, Caltex hanya berkontribusi dana sebesar 30%, dan tepat pada 1 Januari 2007 PCR benar-benar mandiri.

Setahun kemudian, PCR mulai dikenal luas. Mahasiswanya mulai berkiprah di Kontes Robot Indonesia (KRI) dan memupuk percaya diri dengan berani berkompetisi dengan kampus-kampus yang tradisi robotiknya oke.

Yang menarik, meski polteknik ini digagas Caltex –yang kemudian berubah nama menjadi Chevron—bukan berarti lulusan PCR bisa bebas masuk bekerja di Chevron. Mereka haru berkompetisi. Bahkan lulusan PCR paling banyak di Sclumberger dan Halliburton. Tak hanya di Riau, tapi banyak juga yang bekerja di Kalimantan, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. “Enggak ada yang menganggur, kecuali perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga,” kata Ihsan.

Klaim Ihsan itu dibenarkan oleh Oktofiandi Robika, mahasiswa PCR angkatan 2017. Menurutnya, salah satu daya tarik PCR adalah prospek kerja setelah lulus. Oktofiandi adalah penerima beasiswa PCR untuk progam D3 Teknik Elektro yang berperan dalam inovasi deteksi gangguan listrik yang menjadi sumbangan PCR untuk PLN.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Ahmad Hijazi, mengapresiasi peran PCR dalam

mempersiapkan SDM Riau yang punya kompetensi dan mampu bersaing di ranah global. “Kalau dari alumninya, selagi dia punya peran, meski bekerja di luar negeri, itu sudah sumbangsih bagi Riau. Dengan bekerja di luar, itu juga memberikan devisa,” kata Hijazi.

Abdul Aziz (Pekanbaru)

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR