Home Gaya Hidup Nasionalisme Kreatif dalam DoReMi & You

Nasionalisme Kreatif dalam DoReMi & You

Jakarta, Gatra.com – Ketika Presiden RI Ke-3, B.J. Habibie meninggal pada Rabu, 11 September lalu, banyak pihak, termasuk Presiden Joko Widodo, mengingatkan teladan nasionalisme doktor teknik alumni Jerman tersebut. Terlebih lagi, kita baru melewati Agustus, bulan perayaan kemerdekaan Indonesia.

Beberapa tahun terakhir, tiap Agustus, sejumlah rumah produksi di Indonesia merilis film-film bertema nasionalisme. Baik berupa biopik maupun yang menyorot isu-isu khas di Tanah Air. Ambil contoh dokumenter Banda the Dark Forgotten Trail (2017) hingga Nyai Ahmad Dahlan (2017) dan Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (2018). Agustus tahun ini, tua-muda nampak bergairah ke bioskop demi menikmati adaptasi karya agung Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia. Film yang hadir bersamaan dengan adaptasi novel Pram lainnya, Perburuan.

Tapi di 2019 ini, sesungguhnya ada satu film yang alih-alih tayang di Juni, tepat pula kalau diputar di Agustus. Itu adalah DoReMi & You. Kisah pertemanan empat remaja SMP ini memang sengaja dirilis di sela-sela peringatan Hari Anak Internasional (1 Juni) sekaligus Hari Anak Nasional (23 Juli).

Baca Juga: Doremi and You Bisa Diterima Seluruh Kalangan

“Kita memilih kehidupan anak SMP sebagai latar belakang film DoReMi & You karena dapat diterima oleh setiap kalangan anak lainnya,” ucap sutradara BW Purbanegara dalam konferensi pers di bioskop CGV, Mall Grand Indonesia, Jakarta, Jumat (14/6) silam.

Lebih dari sebuah film musikal remaja, film ini tepat pula disebut sebagai representasi nilai nasionalisme dalam konteks keberagaman Indonesia. Keempat karakter utamanya adalah: perempuan berdarah Sunda, Putri (Adyla Rafa Naura Ayu); perempuan Medan-Batak yang didik dalam nilai-nilai Islami, Anisa (Nashwa Zahira); laki-laki keturunan Bugis, Imung (Fatih Unru); dan putra Papua, Markus (Toran Wahiro). Keempatnya bersekolah di Yogyakarta yang sangat akrab dengan budaya Jawa.

Suatu hari, sepulang sekolah, mereka hendak berswafoto menggunakan ponsel terbaru Imung. Tak disangka, sepeda yang tadinya dipakai meletakkan kamera terguling jatuh ke sungai. Padahal di sepeda itu ada amplop berisi uang jutaan rupiah yang tadinya akan dipakai membeli jaket seragam kelas mereka. Markus yang adalah bendahara kelas, merasa sangat bersalah. Terlebih dia tak mungkin minta duit pengganti ke ayahnya yang juga tengah kesulitan pekerjaan.

Baca Juga: Resensi Film Doremi and You

Alhasil, usul Putri untuk mengikuti kompetisi menyanyi “DoReMi & You” dituruti oleh teman-temannya karena ada hadiah utama senilai Rp10 juta. Jumlah yang lebih dari cukup untuk mengganti biaya jaket. Imung yang bukan anggota kelompok paduan suara pun bersedia menemani ketiga sohibnya itu ikut lomba.

Mengingat ini bukan perlombaan resmi utusan sekolah, mereka tak mungkin meminta asistensi guru musik. Belakangan, mereka terpaksa meminta bantuan ke kakak kelas di SMA, Reno (Devano Danendra). Reno yang kerap membantu di kelompok paduan suara SMP itu. Reno yang jutek dan galak. Reno yang belakangan menjadi sumber masalah baru diantara empat sekawan itu.

Jika adegan menyanyi hanya muncul saat pentas lomba “DoReMi & You”, maka film ini akan sangat biasa. Tapi keputusan Purbanegara mengubahnya menjadi musikal, membuat drama remaja ini jadi sangat lain daripada yang lain.

Baca Juga: Representasi Perkembangan Film Indonesia di Program Candrawala Arkipel

Mulai dari adegan awal di sekolah, yang mengenalkan masing-masing tokoh. Saat keempat sahabat itu berdebat soal melibatkan Reno. Saat Putri dan Reno berduet setelah merasa ada kecocokan diantara mereka berdua. Saat Markus galau melihat kondisi ayahnya. Saat Anisa dan Imung menyemangati teman-temannya. Hingga puncaknya tentu saja saat keempatnya tampil di kompetisi.

Lagu kontemporer yang mereka latih sejak awal, terpaksa batal dipentaskan. Meski sudah mepet, mereka mendadak memiliki ide menarik. Sejumlah lagu daerah plus satu lagi wajib nasional dikompilasi dalam aransemen musik kekinian. Makin afdal dengan pemilihan kostum yang terinspirasi dari sejumlah pakaian adat daerah dan dipermak sedemikian rupa sehingga tetap modern. Apalagi aksi panggung mereka juga sangat Indonesia, menirukan gerakan tari sesuai lagu yang dinyanyikan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menerjemahkan nasionalisme sebagai: (1) paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; (2) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Baca Juga: Film 'Rumah Merah Putih' Tunjukkan Kehidupan di Daerah Perbatasan

Pemilihan latar belakang karakter serta simbol-simbol yang digunakan di adegan klimaks adalah representasi “identitas” kebangsaan. Variasi yang tampil dalam DoReMi & You, sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang telah kita pelajari sejak duduk di bangku sekolah.

Salah satu tema besar yang berkembang dalam sejarah perkembangan film adalah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Upaya membaurkan pengembangan pesan dan dengan hiburan memang sudah lama diterapkan dalam kesusastraan dan drama, namun unsur-unsur baru dalam film memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya menjangkau sekian banyak orang dalam waktu cepat dan kemampuannya memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas (McQuail, 1987: 14).

Nasionalisme tentu saja merupakan sebuah propaganda; dalam hal ini merupakan white propaganda. Propaganda tidak berarti informasi yang salah (Sastropoetro, 1991: 31).

Baca Juga: Rumah Merah Putih, Inspirasi dari NTT untuk Indonesia

Dalam Mukadimah Anggaran Dasar Karyawan Film dan Televisi 1995 dijelaskan bahwa, “… film dan televisi tidak semata-mata barang dagangan, tetapi merupakan alat pendidikan dan penerangan yang mempunyai daya pengaruh yang besar sekali atas masyarakat, sebagai alat revolusi yang dapat menyumbangkan darmabaktinya dalam menggalang kesatuan dan persatuan nasional, membina nation dan character building mencapai masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila.”

Louis Giannetti, dalam Understanding Movies, menyatakan bahwa suatu negara yang memiliki beragam budaya, agama, serta etnis akan menghasilkan film yang menunjukkan keberagaman itu. Dengan demikian pembahasan mengenai nasionalisme etnis menjadi hal penting. Indonesia sebagai negara dengan beragam etnis pun menunjukkan hal yang sama lewat film-filmnya.

Baca Juga: Hari Film Nasional 30 Maret, Begini Sejarahnya

Jika kita tilik sejarah perfilman di Indonesia, tema nasionalisme telah membentang begitu panjang. Bahkan, penetapan Hari Film Nasional (HFN) yang dirayakan pada 30 Maret tiap tahunnya sangat erat dengan isu nasonalisme. Saat di mana film Darah & Doa (Long March of Siliwangi) yang disutradarai Usmar Ismail melakukan pengambilan gambar hari pertama. Film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang mengusung ciri Indonesia.

Kini, tujuh dekade setelah Darah & Doa, DoReMi & You datang dengan nasionalisme penuh warna dan musik ceria. Nyanyian musikal tentu lebih menarik hati milenial dibanding baku tembak dalam tampilan hitam putih. Tanpa menghilangkan esensi kebangsaan, DoReMi & You sukses menyajikan nasonalisme yang kreatif. Menjadi relevan dengan generasi masa kini tapi pesan Pancasilaisnya tetap abadi.

 

 

 

 

1092