Home Gaya Hidup Restoran Hong Kong ini Sajikan Menu Bertema Kekerasan Demo

Restoran Hong Kong ini Sajikan Menu Bertema Kekerasan Demo

Hong Kong, Gatra.com- Demonstran pro-demokrasi di Hong Kong menginspirasi salah satu restoran menciptakan menu terbaru, wasabi bertemakan "gas air mata" dan minuman berbentuk bola mata berdarah. 

Minuman yang menggambarkan cedera mata mengerikan itu, ditawarkan bersama dengan mocktail "Eye for an Eye". Minuman berupa kelengkeng yang diberi sirup stroberi. Sajian ini tersedia di restoran Spicy Andong di kota yang dikuasai pemerintah Tiongkok.

Pemilik restoran, Roy Ma mengatakan, dia terdorong untuk menyediakan menu, "beating raw pork", terinspirasi atas tuduhan kebrutalan polisi terhadap pengunjuk rasa, setelah bentrokan keras pada akhir Agustus.

"Saya harap masyarakat tidak akan melupakan apa yang terjadi. Tidak peduli apa masa depan Hong Kong, apakah tuntutan para pemrotes terpenuhi. Saya berharap, orang tidak lupa," kata Ma seperti diberitakan Reuters.

Ma mengatakan menunya menghargai momen penting dalam sejarah Hong Kong, meskipun beberapa pihak telah memperingatkannya agar tidak mengolok-olok kekerasan.

Ucapan Ma ini ditanggapi oleh pelanggannya. Beberapa pengunjung mengatakan, minuman "Eye for an Eye", menjadi pengingat sentimental dari insiden itu. "Ketika kami mengonsumsi makanan ini, setiap hidangan mewakili apa yang telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir," kata pelanggan Spicy Andong, Ruby Lam.

Sejak Juni, bekas koloni Inggris itu diguncang aksi massa yang turun ke jalanan. Mereka menuntut pemerintah menarik RUU kontroversial karena memungkinkan terjadinya ekstradisi ke Tiongkok untuk diadili pengadilan Partai Komunis. Sedangkan RUU Ekstradisi sejak itu telah dicabut. Dalam beberapa pekan terakhir, pengunjuk rasa melemparkan bom molotov ke polisi, menyalakan api di jalan, dan menyerbu beberapa gedung pemerintah. Atas kejadian itu, pihak kepolisian merespons melalui gas air mata, meriam air, dan peluru karet.

Hong Kong kembali ke Cina pada tahun 1997 di bawah formula "satu negara, dua sistem" yang memastikan kebebasan tidak dinikmati di daratan tersebut, termasuk hak untuk berkumpul dan peradilan yang independen. Para pengunjuk rasa melihat hal tersebut sebagai campur tangan Beijing, meskipun ada janji otonomi dan protes telah meluas sebagai seruan hak pilih universal.

Cina mengatakan, pihaknya berkomitmen pada pengaturan "satu negara, dua sistem" dan menyangkal ikut campur. Mereka menuduh kekuatan asing, khususnya Amerika Serikat dan Inggris, mengobarkan kerusuhan.

 

 

123