Home Gaya Hidup Pelestarian Seni Budaya di Lombok Utara Terbentur Adat

Pelestarian Seni Budaya di Lombok Utara Terbentur Adat

Lombok Utara, Gatra.com – Program Seniman Mengajar 2019, di Dusun Tebango, Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, ditutup Selasa, (3/9) malam. Seperti diketahui program ini merupakan Program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang di Lombok Utara diakhiri dengan Pertunjukan Kolaborasi Siu Ate Sopoq Angen di Vihara Jaya Wijaya, Dusun Tebango, KecamatanPemenang, Lombok Utara.

Rangkaian kegiatan Seniman Mengajar di Lombok Utara di awali dengan Panggung Seni Warga di Kecamatan Bayan yang kegiatannya berupa, workshop seni rupa, pameran seni rupa, pasar jajanan warga, pertunjukan seni sumbangan warga. Selanjutnya senam sahabat , tari kreasi yang di lakukan oleh anak-anak warga kecamatan Bayan, senam kreasi ibu-ibu Kecamatan Bayan, musik Lasqi dan pemutaran film.

Di Kecamatan Gangga, ditampilkan Pameran seni rupa, pasar jajanan warga, workshop survival untuk pemula, pertunjukan seni sumbangan warga, sanggar tari Pak Naslim, pepaosan Gangga, musik bamboo, pertunjukan Tari SMAGA, pertunjukan Monolog Teater Bintang dan pemutaran film.

Di Kecamatan Tanjung, Seniman Mengajar menampilkan, workshop seni rupa, pasar jajanan warga, tari massal anak anak Tanjung, pertunjukan seni, pentas sumbangan warga, Musik Javaica Mas Midi, • Sanggar Dewi Anjani Pak Arno, Pentas Puisi/Dongeng Rumah Indonesia, komposisi musik made erik, komposisi musik bli eka dan pemutaran film.

Sedangkan lawatan terakhir di Kecamatan Pemenang, Dusun Tebango, Pemenang Timur sekaligus penutupan Pentas Seniman Mengajar Lombok Utara. Agenda di wilayah yang dikenal seni dan budayanya masih kuat ini digelar workshop melukis anak-anak bersama kelompok seni rupa Pondok Pitamin, pameran naskah lontar & manuskrip kuno koleksi warga Lombok, pasar jajanan tradisional, permainan tradisional anak-anak, pertunjukan tari anak-anak Komunitas Tari Tebango (kids dance), pertunjukan tari massal anak-anak Kabupaten lombok Utara.

Juga ada pertunjukan musik Gambus Kecamatan Pemenang, pembacaan doa dalam Budha-Islam-Hindu-Sasak, pertunjukan Tari Sireh-Tebango, sambutan sesepuh warga Dusun Tebango, presentasi pameran koleksi naskah lontar warga Lombok Utara/kuratorial tour guide, pembacaan naskah Lontar Sasak, presentasi hasil pemetaan seniman dan komunitas seni di Lombok Utara oleh peserta Seniman Mengajar. ertunjukan Teater-Tari kolaborasi warga Lombok Utara dari komunitas tiga agama berjudul "Siuk Ate Sopok Angen", pertunjukan tari teruna teruni hindu dharma, pertunjukan teater Rumah Indonesia, pertunjukan teater-remaja tradisi Cupak Gurantang oleh Teater Bintang, Tari kreasi anak SD sekolah Minggu dan pemutaran film local “Jago”.

Peserta seniman mengajar 2019 Arief menyimpulkan, secara umum banyak yang memang perlu dilestarikan dan segera dilakukan pemetaan dan riset lebih mendalam khususnya untuk jenis kesenian atau aset kebudayaan yang hampir punah di Lombok Utara.

Ia menyebut seperti literasi lontar, dokumentasi benda pusaka dan situs yang beberapa sudah tidak diketahui keberadaannya, salah satu nya sejarah pelabuhan pertama di Lombok Utara dan masjid pertama yang didirikan okeh Haji Anwari (makam masih ada namun tidak terawat) yang berada di Desa Sorong Jukung Bangsal Kecamatan Tanjung.

“Ketika kami menilik kesana pun peninggalannya sudah tidak ada, narasumber sudah keburu meninggal dunia dan ini terjadi hampir di seluruh Lombok Utara. Ia juga menyebut cerita babad Lombok Utara, dan pembacaan hikayat yang dipercaya ada 4 narasumber yang sudah sepuh/tua namun hanya tinggal 3 saja. Nah ini sebenarnya yang menjadi perhatian kami untuk lebih diutamakan. Inventarisasi ini penting karena menyangkut semua konsep dan gagasan semua produk kesenian, baik arsitektur, tarian, baju adat dan persebaran kepemilikan benda pusaka di Lombok Utara,” ujarnya.

Sementara itu seniman pendamping Lombok Utara Hery Lento mengamati, pewarisan nilai seni dan budaya di Lombok Utara terkadang terbentur dengan peraturan adat yang mensakralkan setiap situs atau aset kebudayaan sehingga pihaknya masih sulit untuk menggali lebih dalam agar bisa lebih mudah dipahami oleh generasi penerusnya.

“Seperti halnya yang dikatakan Raden Yoga Wijaya pemangku adat Sokong, pewaris kedatuan di desa Prawira (desa yang pernah disinggahi Patih Gajah Mada pada era Majapahit) bahwa Raden masih kesulitan untuk mengeluarkan isi benda pusaka di Museum Desa karena dirasa oleh pemangku tua dan warga itu perlu adanya ritual khusus atau hanya bisa dikeluarkan pada waktu tertentu saja karena masih dianggap “pamali”,” kata Seniman asal Surabaya ini.

Padahal sebagai pewaris tambah Hery, Raden Yoga Wijaya ingin mendokumentasikan dan mempelajari itu. Ini juga terjadi diwilayah wilayah lain sehingga masih kesulitan untuk mendata persebaran benda warisan budaya di Lombok Utara ini.

1651