Home Politik Demo 24 September, AJI Jakarta Kutuk Intimidasi Jurnalis

Demo 24 September, AJI Jakarta Kutuk Intimidasi Jurnalis

Jakarta, Gatra.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta kembali mendapat laporan adanya tindak kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugas peliputan ketika demo 24 September kemarin.

Sampai Rabu (25/9) pagi, AJI Jakarta telah menerima laporan dari 4 jurnalis yang mengalami intimidasi, kekerasan dan penghalang-halangan kerja peliputan yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers.

Pertama, kekerasan terhadap jurnalis Kompas.com, Nibras Nada Nailufar. Ia mengalami intimidasi saat merekam perilaku polisi yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga di kawasan Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa malam.

Dalam peristiwa ini, polisi melarang korban merekam gambar dan memaksanya menghapus rekaman video kekerasan. Nibras bahkan nyaris dipukul oleh seorang polisi.

Kedua, kekerasan terhadap jurnalis IDN Times, Vanny El Rahman. Dia dipukul dan diminta menghapus foto dan video rekamannya mengenai kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran di sekitar flyover Slipi, Jakarta.

Ketiga, kekerasan terhadap jurnalis Katadata, Tri Kurnia Yunianto oleh polisi. Tri dikeroyok, dipukul dan ditendang oleh aparat dari kesatuan Brimob Polri. Meski Kurnia telah menunjukkan ID Pers yang menggantung di leher dan menjelaskan sedang melakukan liputan, pelaku kekerasan tidak menghiraukan dan tetap melakukan penganiayaan.

Tak hanya itu, polisi tersebut juga merampas HP Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkamnya. Video itu, rekaman Polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.

Keempat, kekerasan terhadap jurnalis Metro TV, Febrian Ahmad oleh massa yang tidak diketahui. Mobil yang digunakan Febrian saat meliput wilayah Senayan dipukuli dan dirusak massa. Akibatnya, kaca mobil Metro TV bagian depan dan belakang, serta kaca jendela pecah semua.

Atas peristiwa ini, AJI Jakarta mengutuk keras segala bentuk kekerasan yang dilakukan kepada jurnalis. Baik yang dilakukan aparat kepolisian maupun massa. AJI menilai, kekerasan yang dilakukan polisi dan massa itu merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Dalam Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp500 juta.

“Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3),” kata Ketua Divisi Adovkasi AJI Jakarta Erick Tanjung dalam keterangan resminya, Rabu (25/9).

Menurut Erick, sampai saat ini AJI Jakarta terus melakukan verifikasi kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis saat meliput aksi mahasiswa Selasa kemarin. “Karena tak menutup kemungkinan masih ada jurnalis lain mengalami kekerasan saat liputan,” ujarnya.

AJI Jakarta mendesak, agar pihak Kepolisian menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis saat meliput, baik yang melibatkan anggotanya dan sekelompok warga.”Semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum untuk diadili hingga ke pengadilan,” kata Erick.


Editor: Hendry Roris Sianturi