Home Politik Pansus: Kajian Pemindahan Ibu Kota Belum Meyakinkan

Pansus: Kajian Pemindahan Ibu Kota Belum Meyakinkan

Jakarta, Gatra.com - Anggota Pansus Pemindahan Ibu Kota DPR RI, Sukamta menyatakan Presiden Jokowi tidak semestinya terburu-buru mengumumkan lokasi ibu kota negara (IKN). Menurutnya hasil kajian Bappenas terkait pemindahan ibu kota masih memiliki banyak kekurangan.

Kekurangan dimaksud karena belum adanya detil kajian dari Bappenas terkait dampak ekonomi dari pemindahan ibu kota negara tersebut. “Perspektif yang menonjol soal ekonomi itupun dengan angka-angka yang hitungan detilnya hingga saat ini tidak disampaikan ke pansus. Misal pemindahan IKN berdampak tambahan kepada Real GDP 0,1% hingga 0,2%, bagaimana angka tersebut diperoleh tidak ada penjelasan,” ujar Sukamta dalam keterangannya kepada Gatra.com, Jumat (27/9).

Ia mengatakan kesimpulan yang diberikan Bappenas belum cukup meyakinkan untuk menjadi dasar dan alasan pemindahan ibu kota. “Setelah kami baca bahan Bappenas yang berupa Executive Summary Kajian Pemindahan IKN, penentuan lokasi IKN masih sangat dangkal dan sempit sehingga belum layak untuk diambil kesimpulan apapun. Apalagi menjadi alasan memindahkan Ibu kota negara sebesar Indonesia," ucapnya.

Menurut Sukamta yang juga Sekretaris Fraksi PKS itu setidaknya ada lima (5) hal yang menjadi catatan dari bahan yang disampaikan Bappenas. Pertama, perkiraan multiple effect pemindahan IKN Bappenas hanya terkait masalah perekonomian, semestinya hal tersebut menurutnya juga bisa dijelaskan dampaknya terhadap penguatan kinerja politik, sosial, budaya, dan hankam.

“Jika dampaknya hanya soal ekonomi mestinya dengan pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan besar-besaran lima tahun ini dan pengembangan pusat-pusat bisnis di daerah cukup, tidak perlu pindah IKN," kata Sukamta.

Kedua, skenario migrasi ASN, TNI-Polri beserta keluarganya yang diperkirakan berjumlah 700 ribu belum disertai kajian sosial, budaya dan psikologi. Pemerintah menurutnya juga perlu memperhatikan persoalan migrasi mengingat adanya sentimen warga lokal terhadap pelaku migrasi, mengingat jumlahnya sangat besar.

Selanjutnya rencana anggaran pemindahan IKN dinilai terlalu tinggi mencapai 466 triliun atau hampir 30 miliar dollar AS. Angka tersebut jelas membebani APBN meski pemerintah berencana menggandeng pihak swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KBBU). Biaya pemindahan IKN, menurut Sukamta sangat mungkin ditekan ke angka 10 miliar dolar AS atau 140 triliun, seperti pengalaman di beberapa negara lain.

Rencana keterlibatan swasta terangnya juga perlu pengaturan agar tidak paradoks terhadap tujuan pemindahan IKN sebagai pemerataan ekonomi. Menurutnya jangan sampai pemindahan IKN tersebut keuntungannya dinikmati oleh pemilik modal besar.

Terakhir, pemerintah menurut Sukamta perlu memastikan tidak ada pengalihan tanah hak milik negara kepada swasta atau perorangan. Ia lantas mencontohkan Putrajaya, kota pusat admistrasi Malaysia, dimana semua lahan IKN di wilayah tersebut adalah milik negara.

“Menilik bahan kajian yang masih dangkal dan sempit tersebut, kami jelas belum bisa bersikap terhadap rencana pemindahan IKN. Pemerintah perlu perbaiki dulu kajian dan data-data terkait. Ini menyangkut masa depan Indonesia, tidak boleh diputuskan serampangan,” pungkas legislator asal Yogyakarta tersebut.

169