Home Milenial Begini Kronologis Aksi Mahasiwa Sumsel Tolak Revisi UU KPK

Begini Kronologis Aksi Mahasiwa Sumsel Tolak Revisi UU KPK

 

Palembang, Gatra.com – Aksi mahasiswa di Sumatera Selatan (Sumsel) berlangsung tiga hari lalu, (24/9) sempat ricuh dengan puluhan mahasiswa menjadi korban. Kini, para korban masih menjalani pengobatan di tiga rumah sakit berbeda di Palembang.

Begini kronologis, aksi Aliansi Sumsel Melawan dengan jumlah massa yang diperkirakan mencapai 15.000 mahasiswa tersebut.

Pada 23 September, terjadi kesepakatan konsolidari dari Aliansi BEM Se Sumsel, dan organisasi Cipayung (OKP) yang membentuk Aliansi Sumsel Melawan yang terdiri dari Aliansi BEM SS, HMI Cabang Palembang, Walhi Sumsel, KAMMI cabang Palembang, IMM Palembang, KMHDI cabang Palembang.

Saat itu, sudah beredar seruan pamflet yang menyatakan titik kumpul aksi bermula di Kambang Iwak Park (KIP), namun pada saat hari aksi (24/9), sejumlah organisasi dan massa yang tergabung sudah terlebih dahulu menuju ke kantor DPRD Sumsel, diantaranya massa aksi dari Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah melakukan longmarch dari kampus.

Pada pukul 10.00 wib-12.30 wib, Koordinator Lapangan dari masing-masing organisasi melakukan mobilisasi massa ke titik kumpul Kambang Iwak. Pada pukul 12.30 wib, massa aksi yang sudah longmarch dari KIP juga bertemu dengan mahasiswa yang sudah berkumpul di depan gedung DPRD Sumsel dengan jumlah massa aksi mencapai 15.000 mahasiswa.

Saat aksi itu, ada tiga gelombang massa aksi yakni Aliansi Sumsel Melawan, Dema UIN, dan beberapa perwakilan organisasi masyarakat sipil lainnya dengan tiga mobil komando milik Aliansi Sumsel Melawan, HMI Cabang Palembang dan Universitas PGRI Palembang. Pukul 13.15 wib dilakukan pengkondisian massa aksi yang diambil alih koordiantor lapangan yang berada di mobil komando yang menyepakati menurunkan bendera (panji) dari semua organisasi kecuali bendera merah putih namun dalam perkembangannya, Dema UIN Raden Fatah keluar dari kordinasi.

Hal ini, kata Koordinator Aksi, Radian Ramadhani, yang mengakibatkan aksi menjadi dua simpul massa yang berbeda. Setelahnya, aksi berlangsung dengan digelarnya mimbar bebas dan berorasi bergantian dari masing-masing organisasi. Di sisi kiri (di depan massa aksi), Aliansi Sumsel Melawan berhadapan dengan border polisi, dan Dema UIN. Beberapa perwakilan organisasi, berpindah dari atas mobil komando milik Aliansi Sumsel Melawan ke mobil komando HMI Palembang.

“Setelah mobil komando ingin berpindah ke depan gerbang kantor DPRD, ada suara dari mobil komando Dema UIN ada provokator berbaju hitam yang tidak lain, ialah masyarakat sipil yang ikut aksi (bukan provokator). Hal ini sudah tervalidasi kebenarannya,”ungkapnya saat menggelar konfrensi pers di kantor Walhi Sumsel, (26/9).

Kondisi makin panik, teriakan provokator berlanjut akibat adanya lemparan botol dari masa aksi sehingga terjadi kericuhan. Kader HMI mengambil alih kemudi mobil komando mengalami kebingungan sekaligus mendapatkan intimidasi dari aparat polisi.

Pada pukul 13.28 Wib, massa mencoba berpindah ke depan gerbang gedung DPRD dengan keadaan lapangan masih ricuh. Penyebabnya, adanya lemparan benda-benda keras dari arah belakang massa aksi sekaligus penembangan gas air mata dari aparat kepolisian.

“Massa aksi mulai terpecah menyelamatkan diri ada yang lari ke gedung mall Palembang Icon, Transmart, dan berbagai arah lainnya. Dari atas mobil komando beberapa mahasiswa jatuh ke bawah tempat koordinator lapangan yang tadinya sedang mengarahkan massa ikut jatuh dan terbentur satu sama lain dan para mahasiswa mengalami luka-luka,”ujarnya.

Atas kejadian tersebut dan berdasarkan pendataan diketahui 62 mahasiswa menjadi korban yang dilarikan ke RS Charitas, RS AK Gani, RSUP Muhammad Husein, RS Muhammadiyah, RS Siloam Palembang, RS Siti Khadijah dan RS Pelabuhan. Meski terdapat korban yang mengalami luka, namun tidak ada korban jiwa saat aksi atau setelah aksi berlangsung di gedung wakil rakyat tersebut.

“Sampai 25 September, kami masih menunggu hasil rekam medis dari para korban. Data para korban juga sudah disampaikan di posko pengaduan korban kekerasan aparat,” kata Radian.

Dilanjutkan Radian, pada pukul 14.13 wib, kericuhan mulai reda dan mahasiswa memilih melanjutkan kembali aksi dengan mengupayakan kordinasi kembali. Meski hujan, kordinasi dan komposisi aksi tidak seperti sebelumnya. Tiba-tiba, Dema UIN Raden Fatah menarik diri dari barisan aksi serta menyatakan tidak bersedia ditunggangi. Kehadiran masyarakat sipil yang mengenakan pakaian hitam diungkapkan Dema UIN Raden Fatah sebagai provokasi, tidaklah benar.

“Aksi mahasiswa ialah aksi murni mahasiswa, berupa mimbar bebas dan aksi kreatif tanpa ada tuntutan yang dibuat mendadak,”sambungnya.

Hingga pukul 16.23 wib, Ketua DPRD Sumsel, Anita Roeninghati bersama dengan anggota dewan yang baru dilantik lainnya menemui massa aksi dan dilakukan dialog terbuka, sampai dengan adanya kesepakatan di lembar nota kesepahaman dengan enam tuntutan. Pada pukul 16. 36 wib, aksi mahasiswa membubarkan diri dengan aksi doa bersama.

 

201