Home Kesehatan Badan POM Kerja Sama Pengawasan Obat Makanan dengan Saudi

Badan POM Kerja Sama Pengawasan Obat Makanan dengan Saudi

Riyadh – Gatra.com – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mulai membangun kerjasama pengelolaan pengasawan keselamatan makanan dengan Kerajaan Arab Saudi. Menurut Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, setidaknya ada lima alasan kuat yang menjadi latar belakang kerja sama strategis antara Arab Saudi dan Indonesia di bidang regulatori obat dan makanan.

Yang pertama, Arab Saudi dan Indonesia adalah negara muslim. Kedua, Arab Saudi dan Indonesia mempunyai hubungan yang erat. Ketiga, Arab Saudi dan Indonesia merupakan negara anggota G20.

Keempat, pengawasan obat dan makanan di Arab Saudi dan Indonesia dilaksanakan oleh satu lembaga independen. Terakhir, kedua lembaga pengawas obat dan makanan.  

Akhir September lalu, dua pimpinan tertinggi lembaga pengawas obat dan makanan di Arab Saudi dan Indonesia melakukan pertemuan bilateral di Riyadh. “Saudi Food and Drug Administration (SFDA) dan Badan POM mempunyai kekuatan spesifik di bidangnya dan unggul di regional masing-masing, sehingga dapat saling mengisi dan memberi dalam kepentingan yang mutual, ” kata CEO SFDA, Prof. Hisham bin Saad Al-Jadhey saat bertemu dengan Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito di Riyadh Senin (30/9).

Pertemuan bilateral kedua lembaga pengawas obat dan makanan tersebut dilakukan usai acara pembukaan SFDA Annual Conference & Exhibition 2019 di Riyadh International Convention and Exhibition Center dimana Kepala Badan POM hadir sebagai tamu kehormatan.

Kepala Badan POM menyampaikan bahwa pertemuan Kepala Badan Pengawas Obat Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)/The First Meeting of the Heads of National Medicine Regulatory Authorities (NMRAs) from Organization Islamic Cooperation (OIC) Member States yang diselenggarakan di Jakarta tahun lalu, berjalan dengan sukses karena mendapat respon antusiasme dari 30 negara anggota OKI yang hadir.

Untuk itu, Badan POM melakukan langkah-langkah konkret terkait implementasi Deklarasi Jakarta dan Rencana Aksi hasil pertemuan tersebut.

Badan POM dan SFDA sepakat untuk mendukung kesinambungan forum penting ini sehingga dapat mewujudkan tujuan kemandirian suplai obat dan vaksin serta peningkatan akses dan ketersediaan obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, berkualitas, dan terjangkau bagi masyarakat di negara anggota OKI.

Selain berdiskusi mengenai tindak lanjut hasil pertemuan pertama otoritas obat negara anggota OKI, SFDA dan Badan POM juga bertukar informasi mengenai sistem pengawasan obat dan makanan di Arab Saudi dan Indonesia.

Di bidang pangan, setidaknya ada empat isu strategis yang menjadi bahan diskusi, antara lain Sertifikasi Halal produk pangan, kolaborasi dan kerja sama Risk Assessment in Food, Kebijakan Sistem Pengawasan Keamanan Pangan, dan Program Healthy Food antara lain pengaturan label gizi termasuk gula, garam, lemak, dan transfat, yang terkait dengan penyakit tidak menular. 

“Badan POM mengajak SFDA untuk menguatkan komitmen kerja sama yang sudah berjalan, termasuk untuk mendorong perdagangan kedua negara,” ujar Penny.

SFDA secara khusus menyampaikan apresiasi dan keinginannya untuk belajar dari Badan POM yang telah memenuhi standar internasional bidang obat, dimana dari hasil penilaian WHO Benchmarking, Badan POM RI telah memperoleh tingkat maturitas yang tinggi (maturity level 3 dan 4) dalam melaksanakan fungsi regulatori vaksin.

Dengan pengawalan Badan POM, beberapa industri farmasi Indonesia mendapatkan status Pre-Qualification WHO (PQ-WHO) untuk produk obat dan vaksin sehingga lebih mudah menembus pasar global.

Selain itu pencapaian Badan POM menjadi anggota Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/s) sejak tahun 2012 juga diapresiasi oleh CEO SFDA. Hal ini menjadi salah satu poin penting kerja sama pendampingan Badan POM dalam upaya SFDA bergabung dalam PIC/s.

Prof. Hisham bin Saad Al-Jadhey sangat berterima kasih dengan diselenggarakannya pertemuan bilateral ini. “Kami sangat menghargai Badan POM yang mau berbagi informasi dan pengalaman tentang sistem pengawasan obat dan makanan di Indonesia,” tuturnya.

Ia mengaku, pandangan negaranya tentang Indonesia dan Badan POM kini berubah. “Begitu banyak pencapaian yang telah diraih Badan POM sehingga kami perlu banyak belajar dari Badan POM, baik secara substansi teknis maupun pengembangan organisasi yang berkualitas dan mandiri,” lanjut Prof. Hisham.

Penny K. Lukito mengutarakan hal senada. “Kami bersemangat untuk bergerak maju bersama SFDA, terutama untuk mewujudkan kemandirian otoritas obat negara anggota OKI. SFDA dan Badan POM sepakat untuk memulai program pengembangan kapasitas untuk otoritas obat negara-negara OKI pada beberapa topik substansi pengawasan,” ujarnya.

SFDA dan Badan POM juga bersepakat untuk melakukan kunjungan dalam rangka mempelajari standar, regulasi, dan kebijakan sistem pengawasan obat dan makanan di kedua belah pihak.

Dengan kerja sama SFDA dan Badan POM ini, diharapkan otoritas obat negara anggota OKI lainnya akan berkomitmen untuk berkontribusi dalam implementasi rencana aksi tersebut sebagai upaya kemandirian dan akses obat dan vaksin di negara anggota OKI.

Melalui platform MoU, kerja sama kedua negara akan terus ditingkatkan untuk memberikan kontribusi signifikan tidak hanya teknis, tetapi juga implikasinya pada hubugan kedua negara di bidang sosial, politik, dan perdagangan.

304