Home Ekonomi Giliran 100 Ekonom Minta Presiden Terbitkan Perpu KPK

Giliran 100 Ekonom Minta Presiden Terbitkan Perpu KPK

Jakarta, Gatra.com – Sejumlah ekonom mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang berisi Rekomendasi Ekonom terkait dampak pelemahan penindakan dan pencegahan korupsi terhadap perekonomian Indonesia pada pukul 13.50, di Hotel Westin, Kamis (17/8). 

Ada sebanyak 100 ekonom telah membubuhkan tanda tangan di dalam surat tersebut.

Salah satu ekonom yang membubuhkan tanda tangan, Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah Redjalam berharap Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai KPK.

"Kita bisa lihat beberapa bukan terakhir. Isu pekemahan KPK sangat masif. Kita kehilangan putra-putra terbaik yang jadi korban. Ekonomi nggak bisa diganggu. Saya harap keluarnya Perppu kegaduhan ini bisa dihentikan. Selama tidak bisa dihentikan akan terus gaduh," kata Piter kepada awak media di Hotel Westin, Jakarta, Kamis (17/10).

Piter menuturkan berbagai naskah akademik yang dilampirkan dalam surat tersebut, menunjukkan bahwa korupsi berdampak negatif terhadap perekonomian karena menghambat aktivitas ekonomi.

"Indeks persepsi korupsi kita membaik sejak adanya KPK. Ini masih asumsi undang-undang KPK melemahkan KPK. Tapi, kita tidak mau ambil risiko. Kalau itu terbukti melemahkan KPK, indeks korupsi memburuk kembali, sehingga daya saing kita memburuk kembali," terangnya.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik Junaidi Rachbini berpendapat Presiden masih menghitung mengeluarkan Perppu KPK karena merupakan bagian dari partai politik. Pelemahan KPK merupakan produk dari partai politik.

"Presiden harus berpikir bahwa KPK sangat berdampak pada ekonomi. Makin tidak efisien (ekonomi). ICORE (Incremental Capital Output Ratio) kita di ASEAN tertinggi, sudah enam lebih," ungkapnya.

Didik mengibaratkan ekonomi Indonesia seperti bensin. Apabila Indonesia mengeluarkan dua liter bensin per kilometer, Singapura hanya perlu mengeluarkan satu liter bensin tiap kilometernya. 

"Jadi ekonomi tidak efisien," tegasnya.

Alih-alih mengubah Undang-Undang KPK, Didik menyarankan sebaiknya pemerintah memperbaiki daya saing ekonomi.

Didik mengaku tertarik untuk bergabung dengan ekonom yang menandatangani surat rekomendasi tersebut. 

"Saya setuju (tanda tangan). Nggak apa-apa, nggak ada masalah. Cuma saya lupa bagaimaan itu nanti (mendaftarkan diri)," katanya.

159