Home Ekonomi RCEP Dinilai Hanya Untungkan Investor, Rakyat Diabaikan

RCEP Dinilai Hanya Untungkan Investor, Rakyat Diabaikan

Jakarta, Gatra.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi menilai Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bertentangan dengan tujuan pencapaian kesejahteraan social sebagaimana yang dicita-citakan dalam Pembukaan UUD 1945. 
 
Oleh karena itu, koalisi telah mengirim surat terbuka kepada Presiden untuk mengkaji ulang perjanjian yang penyelesaiannya akan diumumkan olej Kepala Negara/Pemerintahan Negara Peserta RCEP pada KonferensiTingkat Tinggi (KTT) RCEP ke-3 pada 4 November 2019 di Bangkok, Thailand. 
 
Apabila disepakati, RCEP beranggotakan 16 negara di Asia Pasifik yang mencakup sepuluh negara anggota ASEAN, Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Australia, dan Selandia Baru.
 
Lutfiyah Hanim dari Koalisi Masyarakat Untuk Keadilan Ekonomi menjelaskan bahwa proses perundingan RCEP tidak transparan dan sangat tertutup.
 
"Kita tidak tahu bab-bab apa yang sudah selasai, apa yang telah diundangkan, apa yang sudah selsai, dan apa yang akan diselesaikan," keluhnya dalam konferensi pers di Kekini Ruang Bersama, Jakarta, Jumat (18/10). 
 
 
Hanim menerangkan pemerintah Indonesia sudah menjalin berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) dan kerjasama ekonomi dengan berbagai negara yang masuk ke dalam RCEP seperti Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Australia.
 
"Kita tak mengetahui apa yang pemerintah ingin dapatkan dengan negara-negara yang sama tapi dengan misi yang berbeda. FTA-FTA sebelumnya tidak ada analisa dan sekarang nereka membuat lagi," ungkapnya.
 
Lanjutnya, ia pesimis RCEP mampu meningkatkan investasi yang masuk ke Indonesia berkaca dalam perjanjian serupa yang telah diratifikasi Indonesia sebelumnya.
 
Koordinator Riset dan Advokasi Indonesia for Global Justice, Rahmat Maulana Sidik menilai RCEP hanya memberikan hak istimewa kepada investor asing, namun tidak memberikan dampak oleh perlindungan bagi masyarakat.
 
"Pemerintah belum punya guideline untuk perundingan intenasional. Pemerintah seperti peta buta untuk melakukan perjanjian perdagangan intenasional," tuturnya.
 
Oleh karena itu, ia mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk proaktif dalam menganalisis dampak dari setiap perjanjian internasional. Selain itu, Ia menyarankan adanya analisisi mengenai dampak sosial dari perjanjian RCEP apabila telaksana.
 
"Mudah-mudahan jangan sampai terlaksana karena beragamnya kepentingan. Ini kepentingan dari 670 juta jiwa penduduk ASEAN. Di ASEAN Indonesia paling banyak penduduknya, kemudian Filipina, Thailand dan Vietnam. Indonesia oaling banyak dirugikan," bebernya.
 
Arieska Kurniawaty dari Solidaritas Perempuan menjelaskan pihaknya menyoroti adanya potensi memiliki sejumlah efek retrogresif pada perlindungan dan promosi hak asasi manusia, termasuk dengan menurunkan ambang perlindungan kesehatan, keamanan pangan, dan standar tenaga kerja, dengan melayani kepentingan monopoli bisnis farmasi dan memperluas perlindungan kekayaan intelektual dalam perjanjian RCEP.
 
"Ketika Jokowi fokus visi indonesia investasi, pembangunan infrastruktur, dan proyek strategis nasional. Itu untuk apa dan siapa? Itu dapat mewujufkan tujuan negara republik Indonesia atau tidak," ujarnya.
 
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengungkapkan pemerintah tengah meningkatkan perjanjian perdagangan agar 
produk ekspor Indonesia bisa masuk ke negara mitra dengan tarif yang lebih rendah dan meningkatkan investasi yang masuk.dari negara mitra.
 
Baca juga: Keagresifan Mendag Bahas RCEP Diapresiasi

"Dalam kurun waktu 3 tahun ini secara keseluruhan kami telah selesai 15 perjanjian perdagangan dan review (peninjauan ulang) dan kami targetkan 12 perjanjian perdaganfan dapat selesai di tahun depan termasuk ARCEP, EU, serta negara-negara non tradisional seperti bangladesh, eurasia, dan negara-negara afrika," tuturnya dalam pembukaan Trade Expo Indonesia di ICE BSD City, Tangerang Selatan, Rabu (16/10).

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo mengungkapkan proses perundingan RCEP mengenai pembukaan akses pasar, perdagangan barang dan jasa, serta investasi telah mencapai 80%.
 
"Kita lihat hanya tinggal beberapa pasang negara RCEP yang harus duduk dan intensifiy negotiation. Kita positif busa mencapai 90-92 persen setelah laporan ke menteri dan leader (Kepala Negara) November bulan depan (KTT RCEP)," jelasnya di ICE BSD City, Jumat (18/10).
 
 
205