Home Kesehatan Peneliti: Pesepakbola Rentan Meninggal Akibat Demensia

Peneliti: Pesepakbola Rentan Meninggal Akibat Demensia

London, Gatra.com - Sebuah studi terhadap mantan pemain sepak bola profesional di Skotlandia menemukan bahwa mereka mempunyai resiko lebih kecil kemungkinan untuk meninggal karena penyebab umum seperti penyakit jantung dan kanker, dibandingkan dengan populasi umum. 

Namun mereka lebih rentan meninggal karena penyakit demensia atau lebih dikenal sebagai pikun. 

Hasil penelitian tersebut menimbulkan kekhawatiran baru tentang risiko yang berkaitan dengan cedera bagian kepala dari bermain olahraga tersebut.

Dilansir AP News, Senin (21/10), para peneliti dari University of Glasgow melaporkan hasilnya dalam New England Journal of Medicine, Senin. 

Mereka membandingkan penyebab kematian 7.676 pria Skotlandia yang bermain sepak bola dengan 23.000 pria serupa dari populasi umum yang lahir antara tahun 1900 dan 1976. Selama rata-rata studi selama 18 tahun, 1.180 pemain dan 3.807 lainnya meninggal.

Para pemain memiliki risiko kematian yang lebih rendah dari penyebab apa pun hingga usia 70 tahun.

Namun, mereka memiliki tingkat kematian 3,5 kali lebih tinggi dari penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer atau Parkinson. Secara absolut, risiko itu tetap relatif kecil - 1,7% di antara mantan pemain dan 0,5% untuk kelompok pembanding.

Mantan pemain juga lebih mungkin diresepkan obat demensia daripada yang lain.

Dr. Robert Stern, seorang ilmuwan Universitas Boston yang telah mempelajari trauma otak terkait olahraga, menulis dalam sebuah komentar yang diterbitkan dalam jurnal, mengatakan bahwa hasilnya seharusnya tidak menimbulkan ketakutan dan kepanikan yang tidak semestinya. 

Temuan pada pemain profesional mungkin tidak berlaku untuk permainan tingkat bersenang-senang, perguruan tinggi atau amatir, atau untuk wanita.

“Orang tua dari anak-anak yang akrab bermain bola di masa muda atau sepak bola sekolah menengah seharusnya tidak takut bahwa anak-anak mereka akan berpotensi untuk mengalami penurunan kognitif, dan demensia di kemudian hari. Sebaliknya, mereka harus fokus pada manfaat kesehatan yang substansial dari latihan dan partisipasi dalam olahraga yang dinikmati anak-anak mereka," kata Stern.

Ketua Asosiasi Sepak Bola Inggris Greg Clark, yang juga bernaung dalam asosiasi dan persatuan pemain mensponsori penelitian ini, mengatakan seluruh perangkat sepakbola harus mengakuinya. 

“Ini hanya permulaan dari pemahaman kita dan ada banyak pertanyaan yang masih perlu dijawab. Adalah penting bahwa keluarga sepakbola secara global sekarang bersatu untuk menemukan jawaban dan memberikan pemahaman yang lebih besar tentang masalah kompleks ini," katanya.

Kepala eksekutif FA Inggris, Mark Bullingham mengatakan bahwa semua harus secara dini mengetahui dan memahami apa artinya semua resiko ini, karena banyak sekali yang beum diketahui.

"Kami tidak tahu apakah gegar otak adalah penyebabnya atau apakah itu kebiasaan menyundul bola atau apa pun atau apakah faktor dari berat bola atau bahkan sesuatu yang sama sekali berbeda," katanya.

Kelompok penasihat medis asosiasi belum menganggap perlu untuk mengubah cara permainan dimainkan, bahkan mengurangi kebiasaan menyundul dalam latihan di antara kelompok usia yang lebih muda.

“Dalam sepakbola remaja, Anda mungkin ingin mengurangi kemungkinan persaingan bola di udara,” kata Bullingham. 

“Tetapi penelitian kami menunjukkan ini telah berkurang secara signifikan selama bertahun-tahun karena kami mengubah ke ukuran lapangan yang kecil, serta beralih ke sepak bola berbasis penguasaan dari kaki ke kaki,” tambahnya.

Wasit di semua level dapat menghentikan permainan selama tiga menit untuk menilai cedera kepala sepenuhnya, tetapi beberapa ahli percaya bahwa itu tidak cukup lama. 

Federasi sepak bola Inggris juga mendorong badan pembuat hukum sepak bola global memperkenalkan pemain pengganti yang jika mengalami gegar otak, dengan pemain pengganti tambahan atau sebagai pengganti sementara.

115

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR