Home Politik Setoran Dana Sawit Ke Provinsi Riau Masih Sekutil

Setoran Dana Sawit Ke Provinsi Riau Masih Sekutil

Pekanbaru, Gatra.com -- Sumbangsih dana Kelapa Sawit bagi Provinsi Riau yang ditaksirhanya  senilai Rp300 miliar menuai sorotan anggota parlemen. Padahal, Badan Pengelolah Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada 2018 mampu memungut dana Sawit senilai Rp14 triliun. 
 
Ketua Fraksi PAN DPRD Riau, Zulfi Musral, mengungkapkan kecilnya sokongan dana Kelapa Sawit yang masuk ke Riau harus menjadi perhatian Pemprov. Menurutnya, besaran dana yang diperoleh Riau tersebut tidak sebanding dengan luasan kebun Kelapa Sawit yang ada di Bumi Lancang Kuning. 
 
"Ini menjadi hal utama bagi Fraksi PAN karena menyangkut PAD kita. Tadi Bu Ade Hartati sudah menyinggungnya, tentunya selama masih ada peluang akan kita upayakan," terangnya kepada Gatra.com, Senin (21/10). 
 
Provinsi Riau sendiri diketahui memiliki   bentangan areal kebun Kelapa Sawit terluas di Indonesia, yang mencapai 4 juta hektare. Berdasarkan data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dari luasan tersebut sekitar 2 juta hektare dikelolah oleh perusahaan, sisanya digarap petani swadaya. 
 
Zulfi menyebut, Pemprov Riau harus mempertimbangkan segala opsi untuk memperbesar masuknya dana dari BPDPKS ke Riau. Ia mengatakan dalam memperjuangkan tuntutan tersebut Pemprov Riau harus bersikap fleksibel. Cara itu diperlukan untuk menghindari kebuntuan yang pernah terjadi pada upaya sebelumnya. 
 
"Selama masih ada peluang, berbagai pendekatan harus dilakukan. Tentu kita bakal sampaikan di DPRD dan itu jadi usulan Pemprov nantinya. Bisa juga nanti melalui DPR RI," tukasnya. 
 
Sementara itu Anggota DPR RI, Jon Erizal, membenarkan upaya untuk memperbesar porsi PAD Riau dari sektor Kelapa Sawit pernah dilakukan. Kata Mantan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI ini, upaya tersebut kandas lantaran adanya regulasi yang memuat ketentuan pajak ekspor CPO (minyak Sawit) bukan komponen yang sifatnya terpisah dari pendapatan negara yang lain. 
 
"Itu sudah pernah di sampaikan kepada Kementrian Keuangan, bagaimana kalau pajak CPO itu mengalir ke daerah penghasil CPO seperti Riau. 
Kata mereka pajak ekspor itu CPO digabung dengan sumber pendapatan lainya (blending), jadi tidak terpisah. Pendapatan itu kemudian mengalir ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK)  atau (DAU)," jelasnya. 
 
Bagi pemerintah Indonesia pendapatan dari sektor minyak Sawit sangat krusial. Sebagai gambaran pada tahun 2018 total ekspor minyak Sawit mencapai 34,71 juta ton. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor CPO tahun 2018 sebesar US$ 17,89 miliar. Angka tersebut turun 12,02% dibandingkan capaian pada 2017 sebesar US$ 20,34 miliar. Tren penuruan itu dipicu oleh seretnya harga minyak Sawit pada tahun 2018.
 
Hal tersebut kemudian berdampak pada terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No.23/PMK.05/2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No 81/PMK.05/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) BPDPKS. Beleid ini berlaku mulai 11 Maret 2019.
 
Dalam aturan itu pemerintah menyatakan bakal membebaskan pungutan atau mengenakan tarif nol persen untuk semua produk sawit, baik CPO dan turunannya. Aturan ini berlaku terhitung sejak 1 Maret hingga 31 Mei 2019.Kemudian, mulai 1 Juni 2019 dan seterusnya, pemerintah tetap akan membebaskan tarif pungutan ekspor jika harga CPO di bawah US$ 570.
 
Namun, pungutan ekspor sawit dan produk turunannya akan dikenakan bervariasi antara US$ 5 sampai US$ 20 per ton jika harga CPO mulai perlahan bangkit di kisaran harga US$ 570 per ton hingga US$ 619 per ton.Sementara, jika harga CPO telah melewati batas harga US$ 619 per ton,  pungutan tarif ekspor juga akan dikenakan dengan besaran yang bervariasi antara 10% hingga 50% sesuai jenis produknya.
 
Sementara itu data Dinas Tanaman Pangan, Hotrikultura dan Perkebunan, Provinsi Riau,  mencatat volume ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya sepanjang tahun 2018 mencapai 32,02 juta ton. Jika diasumsikan tarif pungutan ekspor CPO senilai $20 dolar per ton, maka nilai pajak CPO Riau yang dipotong Kemenkeu mencapai 640 juta dolar. 
 
Terpisah, Mantan Anggota DPR RI yang juga bekas Gubernur Riau, Wan Abu Bakar, menuturkan dalam upaya memburu pajak minyak Sawit dan turunannya perangkulan terhadap daerah penghasil CPO diluar Riau menjadi penting. 
 
"Kalau Riau memikulnya sendirian itu bakalan susah. Kabar yang saya dengar dari pertemuan Gubernur se-Sumatera sudah ada pembicaraan ke arah sana (memperjuangkan pajak minyak Sawit).  Kalau minyak Bumi ada dana bagi hasilnya, mestinya CPO juga ada," katanya.
493