Home Kesehatan Kemenkes Jelaskan Permenkes 30 Tahun 2019 yang Disalahpahami

Kemenkes Jelaskan Permenkes 30 Tahun 2019 yang Disalahpahami

Jakarta, Gatra.com - Hadirnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 30 Tahun 2019 menimbulkan sejumlah kritikan dan protes dari beberapa rumah sakit maupun pasien gagal ginjal.

Permenkes ini dinilai dapat mengancam pelayanan cuci darah (hemodialisa). Sebab, banyak yang menduga bahwa di dalam peraturan tersebut, pelayanan cuci darah hanya diperbolehkan di rumah sakit tipe A dan B saja. Sementara masih banyak rumah sakit di daerah yang memiliki hanya tipe C atau D saja.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan, Sundoyo membantah jika Permenkes 30 Tahun 2019 mengatur soal pelayanan cuci darah. Menurutnya, dalam permenkes itu tertera aturan, bahwa hanya rumah sakit kelas A dan B saja yang memiliki dokter subspesialis, bukan tentang hemodialisa.

"Khusus untuk pelayanan hemodialisa itu tidak pernah kita atur di Permenkes 30 Tahun 2019. Melainkan diatur dalam Permenkes 81 Tahun 2010 yang prinsipnya ada dua hal penting yakni mengatur tempat dan siapa dokter yang boleh melayani hemodialisa," katanya kepada Gatra.com saat ditemui di Gedung Prof Sujudi Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).

Masalah tempat, lanjutnya, cuci darah itu boleh dilakukan di klinik utama, rumah sakit A, B, C dan D. Namun, ketika bicara masalah siapa yang boleh memiliki kewenangan dan berkompetensi untuk memberikan pelayanan hemodialisa tentunya tetap dokter subspesialis ginjal dan hipertensi.

"Saat ini, jumlah dokter subspesialis terbatas. Di sisi lain masyarakat juga perlu dimudahkan aksesnya, maka untuk cuci darah di klinik atau rumah sakit C maupaun D boleh dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam dengan pelatihan. Yang melatih adalah dokter dari PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia)," ungkapnya.

Selain itu, Permenkes 30 Tahun 2019 ini dikeluarkan sebagai pedoman untuk fasilitas kesehatan di tingkat pertama dan lanjut dapat memperhatikan keselamatan pasien.

"Sebenarnya pemerintah ini ingin memperhatikan pelayanan kesehatan bisa bermutu. Jangan sampai misalnya, cuci darah dilakukan di klinik, dokter yang memberikan pelayanan kedaruratan tidak bisa menanganinya. Kan sangat berisiko. Tapi kalau kasus-kasus berisiko bisa ditangani di rumah sakit yang tepat juga jadi lebih aman," imbuhnya.

5352