Home Ekonomi Mantan Mentan Amran Tuding Data Luas Sawah BPS Data Mafia

Mantan Mentan Amran Tuding Data Luas Sawah BPS Data Mafia

Jakarta, Gatra.com - Menteri Pertanian era Kabinet Kerja, Andi Amran Sulaiman mengklaim luas lahan baku sawah yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA) dan disahkan oleh Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No 339/2018 tanggal 8 Oktober 2018.
 
"Data pangan yang ada dengan teknkologi tinggi dan satelit (KSA) itu salah. Kami surati Menteri Keuangan. Ini sangat berbahaya. Ini harus diperbaiki," tegasnya dalam sambutan serah terima jabatan Menteri Pertanian, Jumat (25/10).
 
Amran mengklaim sebanyak 92 persen sampel data yang diambil salah. Ia mencontohkan data luas lahan sawah di Kabupaten Banyuasin seluas nol hektar, padahal di lapangan ada 9.700 ribu hektare. Contoh lainnya, luas lahan sawah di Jawa Timur lebih besar 200 ribu hektare. "Kami sudah menyurati langsung menteri keuangan. Ada dua data yang selalu muncul, satu data pertanian, satu data mafia," bebernya.
 
Pihaknya menerima sekitar 130 surat protes dari kepala daerah terkait luas lahan sawah yang dianggapnya salah. Amran menambahkan data luas lahan baku sawah yang tidak akurat akan berdampak pada tahun 2021 karena anggaran pendapatan dana belanja negara (APBN) 2020 sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
 
"Pupuk nggak disalurkan kurang lebih 600 ribu hektare. Kalau itu yang terjadi, kali 2 juta orang yang nggak kebagian pupuk subsidi. Kalau 2 juta kali 4 orang, nggak dapat pupuk subsidi tahun depan," keluhnya.
 
Sebagai perbandingan, luas lahan baku sawah  yang dihitung menggunakan metode KSA BPS sebesar 7.105.145 hektare pada tahun 2018, turun dari tahun 2013 7.750.999 hektare. Adapun berdasarkan data Kementerian Pertanian terakhir yang tercantum dalam publikasi Statistik Pertanian 2018, luas lahan sawah Indonesia 8.162.168 ha pada 2017.
 
Menteri Pertanian era Kabinet Indonesia Maju, Syahrul Yasin Limpo mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik untuk menyatukan data menjadi satu secara nasional. Terkait metode KSA yang menggunakan data satelit untuk menentukan area sampel, Syahrul berpendapat adanya perbedaan data hanyalah faktor teknis.
 
"BPS ambil ubinan di tempat sendiri. Pertanian mengambil ubinan di tempat sendiri. Perdagangan dan Perindustruan mengambil ubinan contoh masing-masing. Memang satu ubinan harusnya ada empat departemen disana, sehingga bisa dijadikan lebih satu," terangnya kepada awak media, Jumat (25/10).
 
Syahrul menegaskan data pertanian saat ini berada di bawah kewenangan BPS. Kalau satelit hanya faktor teknis saja yang perlu dibenahi. "Mulai kemarin semua sekretaris jenderal dari BPS, Kementerian Perdagangan, dan lain-lain sudah sepakat," pungkasnya.
348