Home Ekonomi Pelaku Industri Gula Kelapa Tolak RNSI Gula Merah Rafinasi

Pelaku Industri Gula Kelapa Tolak RNSI Gula Merah Rafinasi

Banyumas, Gatra.com – Pelaku usaha gula kelapa di Banyumas menolak wacana Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) gula merah sukrosa yang merupakan campuran gula rafinasi dengan gula kelapa. Rencananya ini akan dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Ketua Koperasi Nira Satria, Nartam Andrea Nusa menilai, RNSI akan memengaruhi perdagangan gula kelapa organik, bahkan berdampak kepada petani gula kelapa. Padahal, selama ini pihaknya terus menggenjot agar petani dapat menghasilkan kualitas gula kelapa organik berstandar ekspor. Selain itu, menolak gula rafinasi yang dicampur dengan gula kelapa.

"Jika sampai terjadi RSNI ini dilegalkan pemerintah, otomatis nanti akan memengaruhi perdagangan gula kelapa organik. Selain itu, akan semakin terbuka lebar untuk mereka membuat gula yang tidak standar organik. Dampaknya akan luar biasa di tingkat petani di mana terjadi penurunan harga [secara] besar besaran," katanya.

Menurutnya, aksi penolakan gula rafinasi tersebut sudah dilakukan oleh beberapa elemen dari tingkat kelompok tani, koperasi, pengusaha gula hingga pemerintah.

"Kita juga mengajukan petisi ke BSN. Alhamdulillah sudah didengar untuk me-review kembali apakah itu pas atau tidak jika di RSNI. Perkembangan terakhir akan di-review kembali komponen yang ada disitu, banyak yang tidak sesuai. Jadi ada beberapa komponen yang tidak ada standar-nya, tidak ada ukurannya berapa," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Gula Center Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Mustaufik yang ikut mengawal rencana kebijakan ini mengatakan, informasi Wacana RNSI gula merah campur sukrosa tersebut muncul pada awal tahun 2019. Dimana BSN tengah membuat rancangan SNI dengan nama gula merah sukrosa.

"Memang tidak terinformasi bagaimana di dalam rancangan definisinya melibatkan jenis gula kelapa dan juga jenis dari gula non kelapa seperti gula rafinasi. Isunya bergulir setelah ada wacana dari BSN yang akan meng-SNI kan gula campuran ini," kata Mustaufik.

Ia mengklaim, rencana tersebut langsung dotolak di berbagai daerah. Tidak hanya di Banyumas, pelaku industri dan pengamat kebijakan publik di berbagai wilayah, seperti Kabupaten Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara dan Kebumen juga menolak wacana ini.

“Dianggap sebagai ancaman yang akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dari segi sosial, ekonomi, politik bahkan budaya,” tuturnya.

Ia mengatakan, penolakan ini berdasarkan alasan. Sebab, sudah lama pelaku industri gula kelapa mengembangkan gula kelapa organik. Wacana tersebut juga akan merugikan konsumen apabila gula campuran dipasarkan. 

"Ini karena keunggulan gula kelapa murni yang dari sisi kesehatan membuktikan lebih sehat, nantinya akan rancu. Konsumen tidak bisa lagi mendapatkan gula organik kelapa itu," ucapnya.

Mustafik mengemukakan, pihaknya juga sudah membuat petisi penolakan yang ditandatangani oleh perwakilan pengusaha gula kelapa, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, dan perwakilan konsumen. Petisi ini ditandatangani oleh Bupati Banyumas dan dikirmkan ke BSN, Kementerian Perindustrian dan instansi pemerintah lainnya.

"Dari hasil pertemuan yang sudah tiga kali, kami menolak. Kalau mereka tidak menerima penolakan, kami memberikan alternatif untuk mengubah definisi gula merah atau gula coklat rafinasi ini. Bahwa kami tidak setuju jika definisi bahwa gula coklat rafinasi adalah campuran antara Palma [kelapa] dan gula tebu. Kami minta agar Palmanya dihilangkan. Jadi silahkan spesifik gula coklat rafinasi," tandasnya.

Pihaknya juga memberikan jalan tengah kepada BSN apabila tidak menemukan jalan keluar agar peredaran produk gula rafinasi tidak menjadi liar.

"Kami juga minta agar produk (gula rafinasi) ini tidak liar peredarannya, kami minta agar menjadi SNI wajib, bukan lagi sukarela. Arti wajib itu siapapun pelaku industri yang mengembangkan gula coklat rafinasi maka dia harus mendapat pengakuan dulu sertifikat SNI-nya," imbuhnya.

2736