Home Teknologi Kemenristek Antisipasi Pencurian Kekayaan Hayati Indonesia

Kemenristek Antisipasi Pencurian Kekayaan Hayati Indonesia

Tangerang, Gatra.com - Negara Indonesia dikenal dengan keberagaman atau diversifikasi sumberdaya hayati yang melimpah, bukan hanya mampu untuk dimanfaatkan tapi juga didorong untuk dilindungi dari kegiatan pencurian kekayaan hayati atau dikenal dengan sebutan Biopiracy. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kemenko Maritim, Agung Kuswandono.
 
Atas dasar tersebut, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) menggelar "Seminar Nasional Pencegahan Pencurian Sumberdaya Hayati Indonesia" dalam rangka membahas potensi pengembangan sumber daya hayati Indonesia bagi ekonomi di masa depan dan strategi pencegahan pencurian sumber daya hayati (Biopiracy) di Indonesia.
 
Diakui oleh Agung, Indonesia bisa dibilang sebagai pusat dari keanekaraganan hayati di dunia (megabiodiversity) dan tergolong negara yang memiliki tingkat endemisme tertinggi di dunia. 
 
"Indonesia memiliki setidaknya 47 ekosistem alami yang berbeda. Keanekaragaman hayati Indonesia tersebut merupakan potensi dan Aset nasional dan basis peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang atau dikenal sebagai emas hijau. keanekaragaman hayati berpotensi untuk sebagai pangan papan obat-obatan dan kosmetika," ujar Agung saat ditemui di Hotel Bandara Internasional, Tangerang, Senin (28/10).
 
Agung juga mengatakan pencurian terhadap sumberdaya hayati, terutama sumberdaya genetik Indonesia juga menjadi masalah yang nantinya akan sangat merugikan ekonomi Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sumberdaya genetika seperti obat, bahan Industri, dan pangan yang dipatenkan ataupun diambil dan dimanfaatkan tanoa izin oleh perusahaan dan pakar luar negeri.
 
"Lalu bagaimana jika misal obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan obat besar yang bahan dasarnya diperoleh dari tanaman yang berasal dari suatu masyarakat tradisional atau tanaman yang hanya dapat tumbuh di suatu wilayah tertentu," Beber Agung.
 
Sementara itu, Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Kemenristek/BRIN, Ocky Karna Radjasa mengatakan bahwa UU sisnas iptek memberikan perlindungan bagi sumber daya hayati Indonesia sekaligus memberikan sanksi bagi semua pihak yang melanggar ketentuan terkait dengan penelitian asing. Sanksi yang terdaoat dalam UU tersebut mulai dari sanksi Administratif sampai dengan sanksi pidana.
 
"Kelembagaan iptek asing dan atau orang asing dan orang Indonesia yang melakukan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (Litbangjirab) di Indonesia dengan dana yang bersumber dari pembiayaan asing diantaranya wajib menyerahkan data primer kegiatan Litbangjirap serta memberikan pembagian keuntungan secara proporsional Sesuai dengan kesepakatan dari pihak yang berkepentingan," Ungap Ocky.
 
Ocky juga mengatakan bahwa peneliti asing yang kedapatan tidak berizin akan langsung dikenakan sanksi, sesuai dengan tingkat kesalahan dan tahapan kesalahan yang sudah dibuat.
 
"Di sini saya ingin menekankan bahwa sanksi yang diberikan kepada peneliti asing yang tidak berizin tidak langsung sanksi pidana, tapi secara bertahap. Jika dilakukan berulang kali, baru sanksi pidana. Untuk pelanggaranpoertama dikenakan sanksi Administratif," Pungkasnya.
351