Home Ekonomi INDEF : PLB dan Post Border Sebabkan Impor Tekstil Melonjak

INDEF : PLB dan Post Border Sebabkan Impor Tekstil Melonjak

Jakarta, Gatra.com - Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti menuturkan, kebijakan masuknya bahan baku tekstil impor melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) dan kebijakan post border menyebabkan impor tekstil semakin membengkak. Hal ini disebabkan oleh terbitnya Peraturan Menteri Perdangangan (Permendag) No.64 tahun 2017 tentang Perubahan Permendag Nomor 85 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Meskipun akhirnya, Kemendag merevisinya lagi menjadi Permendag Nomor 77 tahun 2019.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor TPT melonjak dari US$8,8 miliar pada tahun 2017 menjadi US$10,02 miliar pada tahun 2018 atau naik sebesar 10,4%. Adapun neraca dagang TPT anjlok dari surplus US$4,3 miliar menjadi US$3,2 miliar atau turun 25,6%. Kondisi ini merupakan yang terburuk sepanjang sejarah.
 
"Oke jangan sampai ada dwelling time akibatnya apa? Barang yang impor tidak diperiksa (langsung melalui PLB), sehingga yang terjadi petugas bea cukai lebih santai. Tadinya diperiksa jadi tidak diperiksa," ujarnya dalam diskusi publik "Upaya Penyelamatan Tekstil Indonesia" di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (30/10).
 
Kemudian, pengawasan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga, Kementerian Perdagangan yang jumlah personelnya terbatas dibandingkan Bea Cukai.
 
Esther mengungkapkan, lemahnya pengawasan menyebabkan terjadinya undervalue antara jumlah dan nilai ekspor Cina ke Indonesia dengan pencatatan jumlah impor Indonesia dari Cina.
 
"Tahun 2018 penurunan harga/undervaluation mencapai 73.52%, maka pembayaran pajak impor hanya 26.48% dibanding di pelabuhan, sehingga pendapatan negara yang hilang dari pajak impor di PLB sebesar Rp456,34 miliar," tuturnya.
 
Hal ini menyebabkan harga tekstil impor lebih murah dan membanjiri pasar dalam negeri, terutama impor kain sebagai bahan baku industri garmen. Esther menambahkan, produk tekstil impor lebih murah yakni 30%-40% dibandingkan produk lokal.
 
"Sebenarnya tidak perlu impor kategori A (Permendag) karena bisa dipenuhi industri dalam negeri. Kalau bisa dipenuhi, please dong stop impor," keluhnya.
 
Oleh karena itu, Esther menyarankan agar importir produsen tidak memanfaatkan fasilitas PLB dan adanya revisi Peraturan Direktorat Jenderal Bea Cukai No.02-03/BC/2018 tentang Pusat Logistik Berikat (PLB), serta perlindungan bea masuk pengamanan (safeguard) impor TPT.
 
 "Impor lebih besar daripada ekspor, sehingga kinerja produk tekstil terus menurun. Industri pemintalan juga mengurangi bahan bakunya. Jelas bahan baku menurun, produksi menurun," ujarnya.
297