Home Ekonomi Pemasok Solar B20 Dinilai Terlibat Karhutla

Pemasok Solar B20 Dinilai Terlibat Karhutla

 

Palembang, Gatra.com – Perusahan pemasok solar B20 yang dikelola PT. Pertamina dinilai masih belum menjalankan kebijakan sawit berkelanjutan dengan prinsip dan komitmen No Deforestation, No Peat Development and No Explaitation (NPDE).

Perkumpulan Lingkungan Hidup (LH) di Sumsel menyatakan, setidaknya ada lima perusahaan yang tergabung dalam lima group perusahaan perkebunan sawit yang menjadi pemasok B20 di Sumsel yang mengalami kebakaran lahan pada tahun ini.

Peneliti Perkumpulan Lingkar Hijau, Hadi Jatmiko di Palembang mengatakan pemerintah tidak konsisten menjalankan kebijakan ekonomi berkelanjutan dengan masih memberikan ruang pada perusahaan terlibat kebakaran lahan (karhutla) terutama pemasok B20 ke PT. Pertamina. Pada tahun 2018, pemerintah telah menetapkan 10 group perusahaan sawit sebagai biodiesel dengan Kepmen ESDM nomor 2018K/10/MEM/2018 menyatakan PT. Pertamina sebagai lembaga penyalur biodiesel terbesarnya.

Sebagai penyalur dan pengadaan B20, PT. Pertamina malah belum memiliki kebijakan lingkungan berkelanjutan dengan masih menerima minyak sawit yang diproduksi perusahaan yang mengalami kebakaran lahan (merusak lingkungan).

“Ada mata rantai (benang merah) antara kebakaran lahan di perusahaan sawit dengan masih kendornya kebijakan menerima minyak sawit dari perusahaan tersebut. Karena itu, kita menginginkan pemerintah dan PT. Pertamina menjalankan kewajiban menerapkan kebijakan lingkungan berkelanjutan pada para pemasok sawit B20,”ungkapnya. Rabu (30/10).

Berdasarkan data yang disampaikan LH, terdapat lima group perusahaan sebagai pemasok B20 yang mengalami kebakaran lahan pada tahun ini, diantaranya Sampoerna Agro (SA), SIPEF, Sriwijaya Palm Oil Group (SPOG), Bintang Harapan Desa (BHD), Tunas Baru Lampung (TBL), yang memiliki lahan konsesi tersebar di kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Musi Rawas.

“Dari data per September lalu, ada perusahaan pemasok langsung dan juga pemasok tidak langsung B20 yang mengalami kebakaran lahan dengan total mencapai 14.153 hektar (ha) di Sumsel. Mereka ialah perusahaan lokal, asing, dan pernah ditetapkan tersangka kebakaran lahan di 2015. Ada juga perusahaan yang disegel oleh KLHK tahun ini sampai pada ketelibatan tokoh daerah juga ada dalam mata rantai B20 ini,”beber Hadi.

Adapun berdasarkan data luasan lahan yang terbakar pada lima group tersebut diantaranya, group SA mengalami kebakaran seluas 1.108 ha, group SIPEF seluas 3.658 ha, group SPOG seluas 1.132 ha, group TBL mengalami kebakaran seluas 3.731 ha dan BHD seluas 4.522 ha.

Di sisi lain, kata Hadi, Pemerintah juga masih lemah dalam penegakkan hukum terhadap pelaku kebakaran lahan, terutama perusahaan guna memberikan efek jera. Padahal berdasarkan sebaran titik api (hotspot) dan luasan yang terbakar di Sumsel sudah bisa diketahui, para perusahaan yang terlibat kebakaran lahan tersebut.

“Dari pemantauan, tampak kebakaran disengaja guna membuka lahan yang berdasarkan UU Lingkungan Hidup diterangkan pemilik konsesi ialah yang bertanggungjawab atas kebakaran di lahannya. Sayangnya, Pemerintah masih memberikan karpet merah kepada mereka (pelaku pembakar lahan),”pungkas Hadi.

 

 

 

418