Home Politik APHA Dorong Amandemen Terbatas UUD 1945

APHA Dorong Amandemen Terbatas UUD 1945

Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) mendorong DPR dan DPRD serta pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945 yakni Pasal 18B Ayat (2) dan Pasal 281 Ayat (3).

Ketua Penelitian dan Pengembangan APHA, Kunthi Tridewiyanti, dalam keterangan tertulis, Jumat (1/11), menyampaikan, kedua pasal di atas terkait dengan konsep dan subjek hukum yang digunakan yaitu masyarkat adat yang terdiri masyarakat hukum adat dan tradisional.

"Pasal 18B mengamanatkan pengakuan dan perlindungan dilakukan 'dalam UU' yang artinya pengaturan bersifat parsia, bukan UU khusus, maka diusulkan kalimat menjadi 'dengan UU'," kata Kunthi.

Kemudian, APHA meminta DPR dan pemerintah mengesahkan RUU Masyarakat Adat sebagai UU Payung untuk melindungi masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, termasuk terkait pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang ada di wilayahnya, yang bersifat unifikasi administrasi, tetap memperhatikan Pancasila, pluralisme hukum, dan kesetaraan dan keadilan gender.

Selanjutnya, kata Kunthi, APHA juga mendorong pemerintah untuk melakukan deregulasi kebijakan yang menghambat pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan hak-haknya dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang ada ditingkat nasional dan daerahnya.

"Melakukan pemulihan dan memberikan kompensasi atas kerusakan akibat dari eksploitasi lingkungan dan sumber Daya Alam yang merugikan masyarakat adat khususnya dan warganegara Indonesia umumnya," ujar Kunthi.

Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Kajian Adat Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta ini? menjelaskan, rekomendasi di atas merupakan hasil dari seminar nasional dan call of paper ?bertajuk "Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Adat dan Eksistensinya Dalam Hukum Nasional" di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang, bekerja sama dengan APHA.

Sementara itu, Ketua APHA Indonesia, Laksanto Utomo, mengatakan, untuk pertemuan di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado akan dilakukan pada Mei 2020 dan pertemuan di Kalimantan berbarengan dengan pertemuan hakim peradilan adat masyarakat adat Serawak dan MalaysiaDayak Indonesia di Tarakan.

Prof. Dr. Andi Suryaman Mustari Pide dari Unhas Makasar menambahkan, tidak mengakui hukum adat dan kearifan lokal merupakan pengingkaran terhadap jati diri bangsa. Pasalnya, sekalipin kedua hal ini bersifat lokal, namun universal.

"Kiranya kearifan lokal masyarakat hukum adat dapat berkontribusi terhadap skema pembangunan hukum, sejalan dengan jiwa bangsa Indonesia karena nilai-nilai kearifan lokal yang memuat prinsip keseimbangan manusia dan alam, harus diletakkan dalam kerangka instrumen kebijakan untuk mengatur tatanan hidup seimbang dan berkelanjutan," katanya.

412