Home Kesehatan Kementan: Sagu Lebih Sehat dibanding Beras

Kementan: Sagu Lebih Sehat dibanding Beras

Konawe Selatan, Gatra.com- Di tengah isu kelangkaan pangan di dunia, sagu dapat menjadi alternatif diversifikasi makanan pokok. Terlebih, sagu juga disinyalir sebagai makanan sehat, karena tanamannya tidak perlu di beri pestisida dan banyak mengandung serat.

Tidak hanya itu, sagu juga memiliki kadar karbohidrat rendah, sehingga makanan ini sangat dianjurkan dan banyak manfaatnya. Bahkan, hama nya pun, di negara lain dapat dimanfaatkan. Baca juga: Ragam Hayati Indonesia Bisa Jadi Sumber Pangan Fungsional

"Jadi, ini makanan paling sehat. Memang hamanya ada ulat sagu, tapi bisa juga di konsumsi. Setau saya harganya mahal juga itu di Malaysia. Kalo di restoran mahal. Karena itu, sagu itu sehat sebab serangga kan pun bisa hidup di sana dan bisa dikonsumsi karena tidak ada pestisida," kata Sekrertaris Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Antarjo Dikin usai menghadiri acara Hari Pangan Sedunia (HPS), di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Ahad (3/11). 

Di sisi lain, Antarjo mengatakan, dunia sangat konsen terhadap diversifikasi pangan. salah satu keseriusannya ditunjukan dimana The Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan bantuan teknologi alat untuk mengolah hasil tanaman sagu di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. 

"FAO sangat perhatian, buktinya ada bantuan alat di Konawe Selatan. Artinya ini kan sangat bermanfaat buat diversifikasi makanan. Untuk membuat sagu yang steril kan kuncinya di pencucian air itu," ia menjelaskan. Baca juga: BRG: Sagu Cocok Untuk Lahan Gambut

Di sisi lain, Antarjo menyatakan, selain dapat menghasilkan makanan, tanaman sagu juga berfungsi untuk menyimpan makanan. Kelebihan lainnya, anakan tanaman sagu berduri, sehingga hama seperti babi hutan tidak bisa memakan. 

"Jadi sebagai pelindung tanaman lain. Sagu ini seperti pisang, tidak perlu perawatan khusus, tidak perlu pake pupuk, tidak perlu pestisida," ungkapnya. Baca juga: Sagu, Ketahanan Pangan, dan Kearifan Lokal

Namun demikian, Antarjo mengakui, sagu belum secara masif ditanam oleh masyarakat. Akibatnya, manfaatnya belum tersosialisasi. Padahal, sagu jika dikembangkan, satu batangnya saja mampu menghasilkan 500 kg.

"Iya betul. Itulah artinya kalo ditanam orang banyak kan bisa di ukur, misalnya kampung ini berapa ton. Karena itu, kita sosialisasikan terus. Tinggal inilah, masyarakat juga terus menggali untuk hilirisasinya. Ini juga kan bisa untuk kue. Ada juga sagu dari ubi kayu," katanya lagi.

580