Home Internasional Brexit Tak Kunjung Usai, Prospek Ekonomi Inggris Makin Suram

Brexit Tak Kunjung Usai, Prospek Ekonomi Inggris Makin Suram

London, Gatra.com - Para akuntan Inggris meyakini, prospek pertumbuhan ekonomi negara mereka akan semakin suram ke depan. Hal itu dikarenakan permasalahan brexit yang belum selesai. Selain itu, kini ditambah dengan semakin melemahnya perekonomian Inggris. 

"Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat adalah gejala malaise yang telah terjadi, terutama didorong oleh ketidakpastian Brexit dan ketidakstabilan politik," kata kepala eksekutif Institute of Chartered Accountants di Inggris dan Wales (ICAEW), Michael Izza, seperti dikutip Reuters, Senin (4/11).

Selain itu, penyebab semakin suramnya prospek ekonomi Inggris juga dikarenakan konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina. Fakta tersebut, lanjut Izza, didukung oleh survei yang dilakukan oleh ICAEW. Dalam survei itu, ICAEW melakukan panggilan telepon terhadap 1.000 akuntan, yang dilakukan dari 22 Juli hingga 18 Oktober, setelah Boris Johnson mengambil alih jabatan Theresa May sebagai perdana menteri dan berusaha untuk menegosiasikan kesepakatan keluar baru dari Uni Eropa.

Konfederasi Industri Inggris bulan lalu mengatakan, salah satu sektor yang memiliki masa depan suram ialah sektor produsen. Semakin lemahnya sektor produsen di masa depan, akan berpengaruh pada prospek ekspor. Bahkan, menurut anggota Konfederasi Industri Inggris, ekspor Inggris akan mengalami pelemahan paling tinggi, selama satu dekade terakhir.

Sementara itu, para ekonom yang tergabung dalam EY ITEM Club, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Inggris akan tumbuh sekitar 1,0%. Angka ini lebih rendah apabila dibandingkan prediksi sebelumnya yaitu sekitar 1,5%.

"Prospek pertumbuhan investasi bisnis cukup suram, dengan lingkungan ekonomi global yang lebih lemah menambah kekhawatiran perusahaan atas prospek Inggris. Kesepakatan Brexit hanya langkah pertama dalam mengurangi ketidakpastian. [Kondisi ini] dapat diimbangi oleh kekhawatiran pertumbuhan di masa depan karena hubungan Uni Eropa-Inggris berbeda," kata ekonom EY ITEM Club, Mark Gregory.

130