Home Gaya Hidup JJ Sampah Kota, Teater Koma Hidupkan Lagi Naskah 40 Tahun

JJ Sampah Kota, Teater Koma Hidupkan Lagi Naskah 40 Tahun

Jakarta, Gatra.com - Teater Koma mementaskan produksinya yang ke-159. Sebuah lakon lama ciptaan pendiri Teater Koma sendiri, Nano Riantiarno, yang naskahnya dibuat pada tahun 1979 silam berjudul "J.J Sampah Kota".

Pementasan tersebut dimulai pada Jumat 8 November hingga Minggu, 17 November 2019 mendatang di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Pementasan dimulai pada pukul 19.30 WIB untuk hari kerja. Sedangkan untuk hari Minggu dimulai pukul 13.00 WIB. 
 
"J.J Sampah Kota" bercerita tentang sepasang suami-istri, Jian dan Juhro. Sepasangan pemulung yang miskin dan hidup di lingkungan kumuh dan kotor. Mereka hidup bersama dengan para kerabat sekaligus tetangga. Mereka bekerja sebagai pengangkut sampah yang digaji secara harian dengan upah yang minim.
 
Mereka hidup di gubuk-gubuk yang berada di bawah kolong jembatan, hidup berada di bawah pengawasan empat mandor yang memiliki wewenang atas kehidupan mereka. Suatu ketika, seorang mandor kepala secara sengaja melemparkan sebuah tas berisi uang yang kemudian ditemukan oleh Jian, yang nantinya, berawal dari situ, akan membuat konflik semakin rumit.
 
Konflik tidak hanya mengarah dari orang-orang miskin dengan para pihak penguasa, melainkan, di satu sisi, Jian juga harus berpikir keras untuk menghidupi istrinya yang sedang hamil tua dan mempersiapkan uang untuk persalinan anaknya kelak.
 
Nano bercerita bahwa lakon ini ditulis ketika ia sedang berada di Iowa, Amerika Serikat, untuk memenuhi undangan kepenulisan. Selain itu, cerita ini merupakan naskah pertama yang berhasil dituntaskan setelah memutuskan untuk mendirikan Teater Koma tahun 1977 silam.
 
Lakon "J.J Sampah Kota" memotret lika-liku kehidupan urban yang pelik secara realis. Ada jarak yang terbentang antara kaum miskin yang lugu, sakit-sakitan, kotor, polos dan mudah disetir, dengan para penguasa yang keji, serakah, licik dan haus kekuasaan. Gambaran ini masih terasa riil hingga sekarang meski naskah ini diciptakan lebih dari 40 tahun yang lalu. 
 
Selain itu, pementasan kali ini juga disutradarai oleh anak dari pasangan Nano dan Ratna,  Rangga Riantiarno. Menurut Nano, Rangga sudah cukup memiliki kecakapan untuk mulai mengaplikasikan kemampuannya, sekaligus, sebagai generasi milenial, Rangga dirasa mampu untuk mengartikulasikan lakon bersejarah tersebut ke dalam interpretasi kekinian. 
 
Cerita berjalan tidak melulu dengan dialog. Lakon diselingi dengan lagu-lagu khusus yang diciptakan untuk melakukan tersebut. Musik juga disajikan secara live serta penyajiannya yang beragam dalam menghimpun berbagai warna musik ke dalam satu lakon. 
 
Teater Koma memberikan gambaran yang begitu detil tentang bagaimana lingkungan kemelaratan secara dekat. Hal itu tergambar dengan detail panggung yang mereka bangun. Gedung Graha Bhakti budaya berhasil disulap bak lingkungan kumuh, kotor dan becek.
 
339