Home Ekonomi Belajar Kurangi Resiko Lahan Garapan Bersama OJK

Belajar Kurangi Resiko Lahan Garapan Bersama OJK

 

Palembang, Gatra.com – Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi padi setiap tahunnya. Di Provinsi Sumsel, misalnya pemerintah menargetkan peningkatan produksi guna menempatkan Sumsel menjadi produsesn ketiga padi nasional. Berbagai upaya dilakukan termasuk mengenalkan masa tanam 2-3 kali setahun. Akan tetapi, perubahan iklim yang cendrung sulit diprediksi makin menjadi tantangan petani saat ini. Perubahan iklim yang menyebab ancamana kekeringan dan kebanjiran menjadi resiko yang mesti siap ditanggung petani.

Namun sejak adanya program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang menjadi program dari Kementrian Pertanian, maka resiko yang harus ditanggung sendiri oleh petani bisa dialihkan guna keberlangsungan tanam lahan garapnya.

Suyadi, salah satu petani di kabupaten Banyuasin Sumsel mengatakan ia juga baru mengetahui mengenai sistem asuransi tersebut. Sejak Kepala Desa (Kades) mengikuti sosialisasi asuransi tersebut, ia tertarik mengikuti kegiata tersebut. Menurutnya, mengasuransikan lahan garapan ialah hal baru yang mesti diketahui demi jaminan produksi lahannya. Dengan ahan seluas 1,5 hektar (ha), ia berharap bencana kekeringan dan banjir tidak akan menyerang.

“Awalnya belum pernah berasuransi, saya pikir awalnya seperti menabung. Dengan penjelasan petugas, saya belajar mengerti manfaat asuransi, terutama asuransi lahan. Ini pertama kali saya mencoba asuransikan lahan,” ujarnya belum lama ini.

Program yang diketahuinya melalui solisasi oleh perangkat desa ini mengharuskan petani membayar Rp36.000/ha/masa tanam. Dengan dua kali masa tanam dalam setahun, Suyadi mengaku cukup mampu membayar asuransi tersebut. Lahan garapan yang pernah kekeringan pada 2007 lalu, membutuhkan biaya yang lebih besar padahal produksi padi menjadi tidak maksimal saat mengalami kekeringan.

“Saat kekeringan itu yang menggarap lahan masih saudara. Jika dihitung-hitung antara yang dibayarkan asuransi saat ini dan pengalaman kerugian kekeringan, memang lebih untung berasuransi. Pada asuransi ini akan mendapatkan pergantian Rp6juta sesuai dengan tingkat kerusakannya,” sambungnya.

Pengalaman tersebut diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Banyuasin, Zainudin merupakan salah satu contoh petani yang baru mengenal program asuransi dari Kementrian Pertanian. Pada tahun ini, Banyuasin memiliki target 10.000 ha, atas kuota program tersebut. Kementrian Pertanian memberikan subsidi asuransi atas aset lahan garapan guna mengurangi resiko yang mungkin muncul, seperti bencana kekeringan, kebanjiran, gagal panen, hingga serangan hama dan penyakit. Program ini juga menjangkau peternak seperti halnya peternak sapi dan perikanan.

“Petani akan disubsidi oleh pemerintah guna mengasuransikan lahan garapannya dan hewan ternak. Pembayaran preminya mendapatkan subsisi dari pemerintah sebesar 80% sehingga petani atau peternak cukup membayar 20%,” ujarnya kepada Gatra.com.

Saat ini, program ini semakin dikenalkan kepada petani dan peternak. Awalnya petani juga tidak mengetahui banyak mengenai program yang menguntungkan ini dan dengan adanya sosialisasi dari pemerintah menjadi lebih mengetahui, terutama pemahaman keuangan asuransi.

Pengoptimalan atas program Kementrian Pertanian ini merupakan salah satu dari program yang dilaksanakan oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Sumsel. Tim yang terbentuk pada tahun 2016 silam menjalankan berbagai upaya optimalisasi program pemerintah, guna percepatan akses keuangan di daerah. Selain optimalisasi pada program asuransi usaha tani padi di Kementrian Pertanian, juga pada program Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) dan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). TPAKD yang menjadi cerminan kolaborasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan pemerintah, terutama pemerintah daerah mendorong pengotimalan program akses keuangan di daerah.

Kepala Kantor OJK Regional 7 Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Panca Hadi Suryatno, mengatakan OJK juga berperan mengedukasi sekaligus perlindungan terhadap konsumen dan menjalin hubungan eksternal melalui berbagai program, seperti pembentukan TPAKD Provinsi Sumsel. Tim telah dibentuk pada tiga tahun lalu, yang langsung dibina Gubernur Sumsel juga mengupayakan peningkatan inklusi dan literasi keuangan di daerah.

“TPAKD ini dibentuk di seluruh provinsi, termasuk di Sumsel. Pembentukkannya berdasarkan radiogram Kemendagri dengan melibatkan multi pihak. Selain pemerintah daerah, juga ada instansi vertikal, seperti BPN, BPS, Ditjen Pembendaharaan negara, selain itu juga merangkul lembaha jasa keuangan, pasar modal, IKMD dan terutama perbankan. OJK berkolaborasi demi keberlanjutan perekonomian,” terangnya.

Pada program asuransi usaha tani yang tupoksi pengerjaannya di daerah dilaksanakan oleh Dinas Petanian, Tanaman Pangan dan Hotikultura Sumsel, OJK mendorong agar lebih optimal, misalnya memperluas wilayah sosialisasi program tersebut. “Program melibatkan BUMN PT. Jasindo ini juga ada di Sumsel dan diharapkan peningkatan program menjadi lebih signifikan,” ujarnya.

Pada tahun ini, program asuransi usaha tani padi di Sumsel ini memiliki target mencapai 39.500 ha dan program asuransi ternak sebanyak 3.500 ekor. Pencapaian kedua program ini, kata Panca sudah mulai meningkat dibandingkan tahun 2018 atau pada 2017. OJK juga mengemas sosialisasi bersama program pemerintah lainnya, seperti program KUR yang progresnya sudah capai 86% di Sumsel, serta terjadi peningkatan kuota KUR di beberapa perbankan. OJK pernah juga menggelar pertamuan bisnis yang mempertemukan petani, pemerintah, pihak perbankan dengan visi mengenalkan program “Kredit versus Rentenir”.

“Program kolaborasi ini mengupayakan adanya peningkatan inklusi dan literasi keuangan yang ditargetkan pada akhir tahun ini bisa tercapai. Untuk Sumsel, tingkat inklusi Sumsel sudah melebihi nasional dan tingkat literasinya berada di 31,3%,” terang Panca.

 

 

120