Home Ekonomi INDEF : Safeguard Tekstil Tak Cukup, Perlu Upaya Fundamental

INDEF : Safeguard Tekstil Tak Cukup, Perlu Upaya Fundamental

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah telah menetapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 161, 162, dan 163 untuk melindungi produk tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri yang berlaku mulai Sabtu (9/11) lalu. Namun, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai langkah tersebut masih belum cukup.

"Saya melihat kebijakan pemerintah dengan dikeluarkannya PMK 161/PMK162/PMK163 tentang tindakan pengamanan sementara untuk relaksasi 200 hari sebenarnya masih terlampau sedikit mengingat banyak hal fundamenal yang perlu dilakukan untuk jangka waktu tersebut," ungkap Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad dalam Dikusi Online pada Selasa (12/11).

Tauhid berpendapat pemerintah harus siap mengembangkan bahan baku lokal yang sifatnya subsitusi impor, meskipun tidak semua namun hal tersebut penting untuk beberapa jenis bahan baku indusri tekstil kita. Misalnya saja kapas yang menjadi penyumbang defisit perdagangan terbesar bagi produk TPT.

Lanjutnya, pemerintah perlu memberi insentif fiskla terhadap mesin dan teknologi baru untuk industri TPT, sehingga lebih efisien. Namun, hal tersebut membutuhakn waktu cukup lama. "Kalau tidak mesin dan teknologi baru maka produk tekstil akan kembali lagi merajai karena harganya sudah jauh bersaing," sambungnya.

Tauhid menambahkan temuan Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai terkait penyimpangan kode HS TPT perlu diperbaiki dan diperkuat upaya penegakkan hukumnya karena masih ada celah didalamnya. Ia mencontohkan PMK 163 yang mengecualikan 124 negara, sehingga memungkinkan masuknya barang melalui negara-negara tersrbut secara leluasa. "Fundamental lainnya yang haru diperbaiki berkaitan dengan keringanan suku bunga bank yang saat ini dinilai tinggi mengingat industri tekstil dalam kategori high risk," terangnya.

Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri melihat upaya safeguard harus diprioritaskan bagi barang-barang yang mengakami undervalue invoice antara nilai impor yang masuk ke Indonesia degan ekspor dari negara asal yaitu HS 6111, HS 6001, HS 6004, HS 6006, dan HS 6109.

Kemudian, praktik dagang di pusat logistik berikat (PLB) harus ditertibkan mengingat praktek undervalue invoice kerap terjadi disana. "Pembenahan PLB sangat urgent. Intelijen dagang harus bekerja dengan mencermati sejak barang itu dikapalkan di negara asal," pungkasnya.

165