Home Ekonomi Regulasi E-Commerce Dapat Picu Migrasi Transaksi ke Medsos

Regulasi E-Commerce Dapat Picu Migrasi Transaksi ke Medsos

Jakarta, Gatra.com – Pemerintah telah menerbitkan regulasi yang mengatur tata niaga perdagangan elektronik (e-commerce) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Menanggapi hal tersebut, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengingatkan untuk waspada terjadinya migrasi transakasi dari platform e-commerce ke media sosial.

Pasalnya, peraturan tersebut mensyaratkan pengurusan izin bagi pelaku usaha apabila terlibat dalam PMSE. “Jika sudah jenuh dengan peraturan di bisnis e-commerce, pelapak pasti akan mencari tempat berjualan lainnya. Salah satu tujuannya adalah media sosial atau Social E-Commerce. Media sosial seperti Instagram dan Facebook sudah mempunyai fitur-fitur untuk berjualan,” jelasnya dalam Diskusi Online INDEF pada Senin (9/12).

Mengutip survei IPSOS pada tahun 2018, Huda menjelaskan 52% responden bisnis lebih memilih Instagram dibandingkan web mereka masing-masing untuk berjualan. Bahkan, survei Paypal tahun 2019 menunjukkan bahwa 80% transaksi e-commerce dilanjutkan melalui platform media sosial.

“Alasannya adalah dapat menjangkau konsumen yang lebih luas, mudah membangun bisnis, dan bisa melalui jaringan teman dan keluarga,” jelasnya.

Huda berpendapat, PP tersebut masih dapat mengatur model bisnis Business to Business maupun Business to Consumer. Namun kesulitan mengatur model bisnis Customer to Customer seperti Forum Jual Beli Kaskus yang memungkinkan adanya pembayaran langsung (Cash on Delivery/COD).

“Bagi pelaku usaha utama dimana berjualan di e-commerce mungkin masih bisa diwajibkan. Namun bagaimana dengan pelaku usaha yang masih berstatus pelajar ataupun emak-emak yang menjadikan bisnis di e-commerce sebagai kegiatan sampingan? apakah memungkinkan untuk berbadan usaha?,” tuturnya.

Ketua HIPMI Tax Center Ajib Hamdani mengatakan transaksi di media sosial sulit terdekteksi. Menurutnya, transaksi tersebut hanya bisa terdekteksi melalui catatan perbankan.

"Harusnya dikunci di perbankannya. Masalahnya datanya tidak tersentralisasi," ujarnya kepada Gatra.com, Senin (9/12).

Selanjutnya, masing-masing instansi baik swasta maupun pemerintah memiliki datanya masing-masing, sehingga sulit untuk melacaknya. Menurutnya, kalau di media sosial, tidak terdapat data dari whatsapp, facebook, instagram, dan sebagainya. Oleh karena itu, Ia menyarankan pemerintah membangun infrastruktur antarlembaga dan membangun safety net. 

"Pertama yang penting database, kedua pengaman secara komprehensif, ketiga aspek keadilan (antara penjual online dan offline)," tutupnya.

2908