Home Politik Pengamat: Dewas Akan Tekan Rivalitas Antar-penegak Hukum

Pengamat: Dewas Akan Tekan Rivalitas Antar-penegak Hukum

Jakarta, Gatra.com - Pengamat hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alaudin Makassar, Syamsuddin Radjab menyebut, keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK dibentuk untuk menyinergikan lembaga antirasuah itu dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Ia menilai selama ini KPK dengan lembaga lain terkesan berkompetisi.

"Ada dua hal penting yang dimuat di UU tersebut (UU Nomor 19/2002). Pertama sinergitas kelembagan penegak hukum antara KPK, Polri dan kejaksaan selama terlihat ini berlomba-lomba," kata Syamsuddin dalam diskusi 'Pasti Tanpa Korupsi, Peran Penting Dewan Pengawas KPK' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).

Menurutnya, tensi rivalitas ketiga penegak hukum itu cukup tinggi. Hal itu dapat dilihat dari munculnya beberapa kasus antarpenergak hukum, seperti Cicak versus Buaya. Kehadiran Dewas, selanjutnya untuk menekan tensi rivalitas itu.

Selain itu, Syamsuddin menyebut kehadiran Dewas untuk membuat KPK mengeluarkan keputusan yang lebih humanis. Satu di antaranya soal lamanya penahanan tersangka korupsi yang tak kunjung diadili.

"Tentu saja beberapa orang yang tersangka bertahun-tahun tidak diajukan ke meja hijau. Padahal, dalam KUHAP, seorang tersangka sesegara mungkin diadili, termasuk status yang melekat itu apakah bersalah atau tidak," paparnya.

Menurutnya, hal yang bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) patut didukung. Dua hal tersebut juga menjadi landasan dirinya menyepakati revisi UU KPK.

Soal penahanan tersangka yang lama, sebelumnya KPK pernah menjelaskan masalahnya secara rinci saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) KPK dengan Komisi III DPR. Satu kasus yang diangkat adalah dugaan korupsi RJ Lino yang mangkrak selama empat tahun. Laode mambantah pandangan DPR yang menilai penahanan RJ Lino yang lama karena kurangnya alat bukti.

"Pimpinan sebelumnya sudah menetapkan Pak RJ Lino itu belum ada dua alat bukti? Saya katakan sudah ada. Tetapi ketika Jaksa mau masuk ke pengadilan dia harus menghitung secara pasti berapa yang paling eksak kerugian negaranya, disitulah kita minta BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan]," kata dia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Rabu (27/11).

Laode merincikan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tak bisa menghitung kerugian negara. Hal itu disebabkan karena tidak adanya harga pembanding barang yang dikorupsikan di China, sebagai negara produsen barang itu.

Selain itu, pihak China pun tidak kooperatif saat KPK menjalani investigasi tersebut. Akhirnya, KPK pun minta ahli untuk menghitung komponen dan membandingkannya dengan harga di pasaran.

"Itu pun setelah kita guide pak, kita guide. Jadi jangan anggap KPK itu tidak melakukan upaya maksimum. Bahkan ada satu tim forensik kami pergi, pretelin itu semuanya ke tempat lain. Akhirnya kami mendapat ahli," katanya.

89