Home Hukum Pukat UGM: Figur di Dewas KPK Bentuk Pencitraan Jokowi

Pukat UGM: Figur di Dewas KPK Bentuk Pencitraan Jokowi

Sleman, Gatra.com - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menegaskan tetap konsisten menolak adanya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), meski Presiden Joko Widodo telah melantik para anggota Dewas KPK, Jumat (20/12). 

Peneliti Pukat UGM Zaenurrochman mengatakan alasan penolakan itu karena konsep pembentukan Dewas KPK keliru. "Karena Dewas seharusnya adalah lembaga pengawasan. Pengawasan itu biasanya mengawasi kinerja dan etik," kata dia saat dihubungi Gatra.com, Sabtu (21/12). 

Zaenurrochman mengatakan Dewas KPK diberi kewenangan selain fungsi pengawasan yakni kewenangan penegakan hukum atau pro justicia. 

Kewenangan itu berupa memberikan izin atau menolak untuk melakukan penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan. "Padahal di dalam Undang-undang KPK, Dewas itu bukan penegak hukum. Sedangkan penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan itu termasuk ranah penindakan, ranah upaya penegakan hukum," ucapnya. 

Zaenurrochman juga menyebut Dewas KPK juga berbahaya. Sebab ditunjuk langsung oleh presiden, tanpa ada proses seleksi. "Sehingga tidak ada proses yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Nah, jadi yang Pukat tolak konsep Dewas, pengangkatannya, padahal KPK lembaga independen," tuturnya. 

Menurut dia, Presiden Jokowi menunjuk anggota Dewas KPK yang memiliki rekam jejak baik di masyarakat. Langkah ini adalah cara Jokowi untuk memperbaiki citra.  

"Ini adalah upaya Presiden untuk kembali memperbaiki citranya yang beberapa saat lalu hancur karena mengesahkan revisi UU KPK dan memilih capim KPK yang bermasalah. Presiden Jokowi dikritik banyak pihak, termasuk pendukungnya dan ini upaya mengembalikan citra itu," ucapnya. 

Zaenurrochman mengungkapkan uji materi atas UU KPK di MK masih berjalan. "Ada uji formil dan materiil. Nah, sekarang bahkan ketua Pukat UGM jadi kuasa hukum dari para pimpinan KPK dan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemohon," katanya.   

Saat ini uji materi dalam tahap uji formil, yakni menguji bagaimana undang-undang itu dibuat. "Saat ini prosesnya sedang tahap perbaikan permohonan setelah sidang pendahuluan. Setelah perbaikan permohonan baru setelah itu masuk ke pleno," katanya. 

Pihaknya berharap MK bisa memberikan keputusan yang tepat, adil, dan konstitusional. "Agar ketidakpastian hukum di dalam UU KPK itu bisa dihilangkan oleh MK," pungkasnya. 

 

1951