Home Hukum Kasus Pemalsuan Sertifikat, MAPPI Lakukan Investigasi

Kasus Pemalsuan Sertifikat, MAPPI Lakukan Investigasi

Jakarta, Gatra.com – Dunia jasa konsultan penilaian atau apraisal belakangan ini dihebohkan dengan menguapnya kasus pemalsuan sertifikat di jenjang pendidikan penilai. Sebanyak 54 orang terindikasi menggunakan sertifikasi penilai ilegal dan jumlah tersebut terus bertambah dari hasil tim investigasi dari Dewan Pengurus Nasional Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).

Sumber Gatra mengatakan kasus tersebut sempat membuat geger lingkaran kepengurusan MAPPI. Pasalnya kasus pemalsuan itu akan berimbas pada layanan konsultansi dan tingkat kepercayaan publik. Mereka yang terbukti menggunakan sertifikat palsu akan terancam pidana bahkan pembekuan lisensi sebagai penilai. Lebih jauh, kasus tersebut turut mencoreng kredibilitas MAPPI sebagai asosiasi profesional yang selama ini memiliki andil dalam penerbitan sertifikasi penilai.

Informasi dari sumber itu juga menyebutkan banyak modus yang dilakukan para oknum yang bermain dalam pemalsuan sertifikat. Meski tidak menyebut nama, sumber itu mengatakan pemalsuan dilakukan para oknum atau petinggi perusahaan apraisal untuk mengebut sebuah proyek yang memerlukan kualifikasi tenaga apraisal yang mumpuni. “Akibatnya banyak sertifikat yang dipalsukan gara-gara ingin ikut tender, melabrak aturan,” katanya.

Selain itu ada modus lain yakni kejar target dari pimpinan perusahaan atau penilai publik yang ingin merekrut SDM secara instan tanpa melewati jenjang sertifikasi. “Bahkan ada kasus seseorang tiba-tiba naik grade jadi penilai P (jenjang sertifikasi dasar) tanpa melewati sekolah atau pendidikan. Ini kan aneh,” keluh sumber tersebut. Ia mengatakan patut diduga ada peran dari pimpinan perusahaan jasa penilai yang menggunakan “jasa tembak” sertifikat untuk menaikkan level anak buahnya.

Kasus itu terbongkar saat ada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berkicau mempersoalkan terjadinya penyelewengan sertifikasi ilegal di jenjang pendidikan penilai. Informasi tersebut lalu dikonfirmasi oleh beberapa pihak yang turut mengalami kejadian yang sama. Untuk menghindari praktik penyelewengan lebih jauh, MAPPI menindaklanjuti kasus tersebut dengan membentuk tim investigasi. “Namun banyak juga yang khawatir kalau ini di-blow up,” ucap sumber itu.

Untuk diketahui, sertifikasi illegal memang bukan terjadi di tingkat Ujian Sertifikasi Penilai (USP), namun sertifikasi illegal itu terjadi di jenjang di pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan sebagai syarat menempuh USP. Untuk menjadi seorang penilai publik, MAPPI mensyaratkan peserta USP untuk menjalani beberapa tahapan pendidikan.

Di antaranya Pendidikan Dasar Penilai 1 (PDP1), Pendidikan Dasar Penilai 2 (PDP 2), Pendidikan Lanjutan Penilai 1 (PLP1), Sertifikasi Properti Sederhana, dan Pendidikan Lanjutan Penilai 2 (PLP2). Namun persoalan penyelewengan sertifikat lebih banyak terjadi di jenjang PDP 1 dan 2.

Modus penyelewengannya pun bermacam-macam misal seseorang mengikuti jenjang PDP 1 dan 2, namun tidak ikut di jenjang berikutnya dan mendapat sertifikasi langsung mengikuti USP. Atau seharusnya tidak lulus di level PLP1 atau PLP2, namun keluar sertifikasi dan bisa mengikuti USP. Atau dalam kasus lain ada beberapa jenjang Pendidikan tidak ikut, namun keluar sertifikasi dan mengikuti USP.

Ketua Umum Dewan Pengurus MAPPI, Okky Danuza mengatakan pihaknya sudah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus penyelewengan tersebut. Okky mengatakan hasil dari investigasi tersebut akan diserahkan ke Dewan Penilai untuk ditindaklanjuti dalam sidang etika profesi. “Yang jelas kita mengikuti prosedur. Yang pertama [langkah] kita adalah mengembalikan ke kondisi yang seharusnya. Jadi [sertifikat] yang sudah terbukti palsu akan dikembalikan ke kondisi awalnya,” ucap Okky ketika dikonfirmasi Gatra.com belum lama ini.

MAPPI terangnya sudah merampungkan investigasi yang berlangsung selama satu bulan itu. Dari temuan tim beberapa kasus pemalsuan sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu dimana kepengurusan MAPPI, kata Okky, masih menggunakan sistem administrasi manual. “Jadi investigasi sudah dilakukan dan sebagian besar yang diduga itu sudah mengaku dan sudah ada pengakuannya dan terus sebagian yang lain itu tidak melakukan konfirmasi,” ujarnya.

Ia mengatakan terdapat beberapa modus dari oknum yang melakukan pemalsuan sertifikat tersebut yang salah satunya berhubungan dengan lingkup pekerjaan. “Motivasinya memang berurusan dengan pemenuhan persyaratan entah itu untuk proyek, pembukaan kantor, dan lainnya,” kata dia.

Ketua MAPPI itu melanjutkan pihaknya akan bersikap profesional dan “on the track” dalam menangani kasus tersebut. “Penyelidikan untuk masalah pidananya nanti kita serahkan ke yang berwajib. Kalau memang ada unsur pidananya nanti kita selesaikan secara hukum,” tandasnya.

2855