Home Ekonomi Efisiensi, Kunci Anggaran Maksimal

Efisiensi, Kunci Anggaran Maksimal

Meraih predikat WTP selama tujuh kali berturut-turut menjadi bukti Pemprov Sumatera Barat mengelola keuangan dengan efisien. Perlu koordinasi yang semakin baik dengan pusat agar bisa menjawab tantangan yang semakin dinamis.

Jakarta, GATRAreview.com - Penghargaan Anugerah Gatra 2019 yang diselenggarakan Gatra Media Group, yang berlangsung di IPB International Convention Center, Botani Square, Bogor pada Minggu, 1 Desember lalu, membuat Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno semringah.

Ia bersyukur keberhasilan pemerintah daerah yang dipimpinnya berhasil menyabet penghargaan sebagai provinsi terbaik dalam optimalisasi anggaran. Kategori itu menilai kepala daerah dan desa yang berhasil memanfaatkan anggaran secara tepat guna, efektif, dan efisien untuk kemajuan wilayahnya. Menurutnya, apresiasi ini memberikan semangat kepada seluruh jajaran birokrat di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat.

“Saya rasa ini bagus, karena memberikan motivasi kepada kepala daerah untuk berbuat baik dan lebih baik lagi ke depan. Sehingga apa yang dilakukan secara maksimal dan baik itu mendapatkan apresiasi sehingga akan menambah motivasi,” ujar Irwan kepada Gatra.com. Ia menyebutkan bila dibandingkan daerah lain besaran APBD Sumatera Barat masih jauh. Pada 2019 APBD, Sumatera Barat mencapai Rp7,1 triliun, jumlah tersebut menurutnya mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Artinya jumlah anggaran segitu, tidak besar dibandingkan dengan Jakarta yang Rp70 triliun dan sebagainya. Tapi di sinilah optimalisasi diperlukan karena dengan uang yang terbatas cuma Rp7,1 triliun . Sebagian besar habis untuk belanja pegawai karena uang segitu tidak cukup untuk membayar 21.000 pegawai provinsi,” katanya.

Perencanaan Matang

(GATRA/Anas Priyo/nhi)

Bagi Irwan Prayitno, mengetahui ada kendala anggaran memaksanya untuk melakukan optimalisasi. Caranya, mengefisienkan alokasi anggaran dan memaksimalkan sumber daya yang tersedia. Hasilnya dengan optimalisasi anggaran terserap maksimal dan dirasakan manfaatnya.

“Terlihat dari data statistika tiap tahun pendapatan per-kapita naik terus, kemiskinan berkurang,” katanya. Dengan indikator data BPS itu, ia melanjutkan, bisa disimpulkan dana yang terbatas dan sedikit itu bisa optimal untuk mengejar target pemerintah yakni menyejahterakan masyarakat.

Strategi optimalisasi anggaran itu, menurutnya, tidak lepas dari matangnya perencanaan yang disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Dengan akurasi perencanaan itu, Pemprov Sumatera Barat mampu menekan SiLPA atau sisa lebih perhitungan anggaran daerah.

“Kita silpa [sisa lebih perhitungan anggaran]-nya sedikit. Paling banyak 5% dan itu lebih pada efisiensi, dan kita diarahkan untuk mendistribusikan dan menyerap anggaran semaksimal mungkin agar bisa menyejahterakan masyarakat dengan ekonomi yang bergerak di masyarakat,” katanya.

Untuk mekanisme pengawasan anggaran, Pemprov Sumatera Barat, kata Irwan, selalu berkoordinasi dengan dewan di daerah. “Kalau dari pengawasan tentu dari DPRD kepada kita. Dan kita ada inspektorat melakukan pengawasan juga dan alhamdulillah berjalan baik. Buktinya, anggaran kita tujuh kali WTP berturut-turut,” katanya lagi.

Opini WTP yang terakhir kali diraih yaitu untuk tahun anggaran 2018. Meski silpa tahun berkenaan pada 2018 mencapai Rp628 miliar, provinsi ini mampu mengurangi tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk. Gini ratio Sumatera Barat pada September 2018 tercatat 0,305, turun sebesar 0,016 dibandingkan dengan Maret 2018 yang sebesar 0,321.

Pentingnya Koordinasi

Pengelolaan keuangan yang optimal, menjadi gambaran bahwa penggunaan anggaran itu efisien. Baik itu di kementerian/lembaga, atau pemerintahan pusat terutama daerah. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, ada beberapa tantangan dalam pengelolaan keuangan. Khususnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Di antaranya keterlambatan penetapan APBD yang seharusnya berbarengan dengan siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia juga mengungkap, tantangan dan masalah pengelolaan keuangan daerah yang kedua adalah mayoritas APBD dibelanjakan untuk gaji pegawai. Selain itu, belum adanya standar program kegiatan dari APBD.

Ia juga menambahkan, beberapa kelemahan secara umum dilakukan pemda dalam mengelola anggaran. Rata-rata hampir 70% anggaran masih digunakan untuk keperluan operasional pemda, sehingga masyarakat di daerah kurang optimal menerima manfaat APBD karena hanya menikmati sekitar 30%.

“Kami mencatat beberapa kelemahan [pengelolaan anggaran] dari sisi inefisiensi, porsi belanja pegawai tinggi 36%, belanja barang dan jasa, terutama perjalanan dinas [sekitar] 13,4% wara-wiri. Unit cost lebih mahal,” katanya dalam acara Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020, di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, pada Kamis, 14 November.

Menkeu mengutip beberapa pesan Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya koordinasi semua pihak dalam menyelesaikan permasalahan bangsa ini menuju Indonesia Maju. “Tergantung kita sendiri. Meskipun dunia mengalami dinamika banyak, apabila kita bekerja secara tim, koordinatif, kerjasama baik antara pusat dan daerah, maka hasilnya akan lebih baik,” katanya lagi.

Sandika Prihatnala dan Andhika Dinata

207