Home Kebencanaan Gawat, Kota Semarang Krisis Air dan Terancam Tenggelam

Gawat, Kota Semarang Krisis Air dan Terancam Tenggelam

Semarang, Gatra.com - Setiap tahun, sebagian tanah di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) mengalami penurunan atau ambles mencapai 10 cm.

Bila kondisi ini terus dibiarkan, tanpa adanya penanganan serius dari pemerintah maka ibu kota Provinsi Jateng itu dikhawatirkan akan tenggelam.

Koordinator konsorsium Ground Up untuk Indonesia, Amalinda Savirani, menyatakan penyebab terjadinya amblesan tanah ini antara lain karena ekstraksi air tanah.

Menurutnya, dari tahun 1900 sampai tahun 2000-an, ekstraksi air tanah di Kota Semarang meningkat sangat ekstrem.

“Dari sekitar 0,4 juta meter kubik per tahun pada tahun 1900, menjadi sekitar 38 juta meter kubik per tahun di tahun 2000-an,” katanya ketika diskusi Tata Kelola Air di Semarang, Jumat (31/1).

Akibat ekstraksi air tanah ini, lanjutnya, terjadi amblesan tanah di daerah Semarang Utara dan Semarang Timur, seperti Pelabuhan Tanjung Emas, Tambaklorok, Tanah Mas, dan Marina.

Warga di daerah Tambaklorok bahkan harus menaikkan lantai rumahnya, sampai ada yang setiap lima tahun sekali.

“Amblesan tanah dengan kecepatan 10 cm per tahun,” ujar Ketua Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Selain mengakibatkan amblesnya tanah, lanjutnya, ekstrasi air tanah ini memicu terjadinya krisis air, misalnya air minum.

“Permasalahan air di Kota Semarang sudah sangat kritis,” katanya.

Oleh karenanya, konsorsium Ground Up terdiri dari University of Amsterdam dan IHE-Delft Institute for Water Education Belanda, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Unika Soegijapranata, Semarang, LSM Amarta Institute for Water Literacy, dan Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (Kruha) penilitian.

Konsorsium Ground Up berdiri pada tahun 2019 dan akan mengadakan penelitian di Kota Semarang sampai 2022.

“Tujuan dari penelitian mengidentifikasi, mengetes, dan mengevaluasi kemungkinan praktis perpaduan aliran air tanah dan aliran air permukaan lebih berkeadilan dan lestari,” ujar Nila Ardhianie dari LSM Amarta Institute.

Michelle Kooy dari University of Amsterdam dan IHE-Delft Institute for Water Education Belanda dalam kesempatan sama menyatakan permasalah di Kota Semarang juga terjadi beberapa kota di dunia.

“Masalah amblesan tanah, ekstraksi air tanah juga terjadi di negara Filipina, Vietnam, Afrika, dan Amerika Latin,” ujar dia.

679