Home Ekonomi Impor Besi Tua Bikin Perekonomian Indonesia 'Berkarat'

Impor Besi Tua Bikin Perekonomian Indonesia 'Berkarat'

Jakarta, Gatra.com - Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan impor bahan baku skrap baja bikin panas-dingin perekonomian nasional. "Kekakuan kita dalam impor bahan baku skrap ini bukan hanya mempengaruhi industri manufaktur, tetapi juga mempengaruhi perekonomian secara nasional," katanya di Jakarta, Rabu (12/2). 

Skrap adalah besi tua atau besi bekas yang dilebur dengan temperatur tertentu.  Dan impor besi tua ini membikin perekonomian 'berkarat'.Sebanyak 35 industri dalam negeri menggunakan bahan baku skrap sekitar 70%-90% dengan kapastitas mencapai 9 juta ton per tahun. Dengan rata-rata utilitasnya sekitar 40%-50%, kebutuhan untuk impor bahan baku skrap sekitar 4 juta ton per tahun.

Agus menjelaskan, skrap merupakan bahan baku utama pembuatan billet. Pasalnya, terdapat perbedaan harga billet hasil produksi dalam negeri dengan billet impor. Billet adalah baja batangan yang dibuat dari hasil pengecoran biji besi (pig iron). "Harga billet yang diimpor, lebih mahal $100 per ton dibandingkan harga bilet yang diproduksi dalam negeri. Salah satu komponen produksinya itu adalah bahan baku skrap impor," jelasnya.

Sayangnya, lantaran sulitnya impor limbah non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), produksi billet dalam negeri mengalami kendala. "Kalau asumsi 4 juta ton skrap yang dibutuhkan industri dalam negeri untuk diolah menjadi billet, dengan selisih harganya $100 per ton, maka defisit perdagangan maupun oportunity lost hanya dari jenis billet itu mencapai $400 juta (Rp5,4 triliun) per tahun," jelasnya.

Dari segi penyerapan tenaga kerja, importasi bahan baku skarp ini juga dinilai sangat mempengarungi. 35 industri yang menyerap sekitar 10.000 orang tenaga kerja, akan mengalami penurunan produksi apabila impor skrap sulit. Akibatnya, akan terjadi pengurangan tenaga kerja yang cukup besar.

Selanjutnya, dari segi tenaga listrik, dalam proses produksi, penggunaan listrik rata-rata mencapai 500 KWh per ton. Maka, potensi pengurangan pendapatan negara dari penggunaan listrik industri mencapai Rp2 triliun.

Oleh karena itu, lanjut Agus, perlu dilakukan relaksasi tata niaga impor yang memudahkan importasi skrap sebagai bahan baku indistri baja. Hal ini disebut Agus akan memberikan dampak positif bagi industri manufaktur serta perekonomian nasional.

3673