Home Ekonomi Efek Corona, Singapura Revisi Pertumbuhan, Perkapalan Remuk

Efek Corona, Singapura Revisi Pertumbuhan, Perkapalan Remuk

Batam, Gatra.com – Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Batam, Osman Hasyim mengaku dampak melemahnya ekonomi yang dialami Singapura, akibat mewabahnya virus Corona (COVID-19). Mulai menghantam sektor perkapalan di Batam, Kepri. “Sudah bisa dipastikan wabah Virus Corona akan berdampak pada sektor Shipyard. Tentunya para pengusaha di bidang perkapalan asal Singapura diprediksi akan melakukan efisiensi-efisiensi,” jelasnya, pada Gatra.com, Jumat (21/02) di Batam.

 

Osman meyakini, saat ini tidak bisa dimungkiri bahwa Singapura menjadi salah satu barometer pemerintah pusat dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di Batam, Kepri setiap tahunnya. Namun menurut Osman, saat ini kebijakan pemerintah Singapura yang telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi menjadi 0,5 persen. Memunculkan prediksi semakin terjerembabnya Singapura ke jurang resesi.

 

Untuk itu, dirinya mengusulkan beberapa langkah antisipasi yang bisa meringankan dan membantu pertumbuhan ekonomi Batam agar bisa terus berkembang. Penghapusan beberapa kebijakan yang memberatkan sektor industri perkapalan, saat ini perlu segera diberlakukan oleh pemerintah pusat.

"Harus ada yang dihapuskan guna membantu meringankan semuanya, seperti biaya yang dianggap memberatkan. Dengan demikian, akan menarik para investor untuk berusaha di Batam. Selain besaran biayanya, juga harus ada pelaksanaan dan kebijakan terhadap biaya tersebut," ujarnya.

Dengan perubahan yang akan dilakukan, Osman berharap segera membawa angin segar bagi industri perkapalan yang saat ini tengah mengalami pelemahan dan tergolong sepi dari aktifitas produksi. “Jika tidak ada antisipasi dan terobosan, saya yakin kondisi ekonomi dari sektor perkapalan di Batam dan Kepri akan terpuruk,” tegasnya.

Ia pun merincikan, mengenai biaya yang harus dibayarkan beberapa bulan sebelum kapal masuk, hal ini dipandang investor sangat tidak menarik. Seharusnya, ketika kapal masuk, melakukan kegiatan biasa, dan saat akan keluar baru bayar. Belum lagi biaya yang seharusnya tidak dibayar, akan tetapi “dipaksa” untuk dibayar.

“Contohnya, kapal yang ada di pelabuhan tersus Shipyard. Itu kan bukan pelabuhan yang dikelola oleh BP Batam atau Pemko Batam. Yang dikelola oleh pemerintah adalah pelabuhan umum. Sementara, pelabuhan tersuskan dikelola oleh masing-masing perusahaan. Itu juga harus bayar, dan biayanya sangat mahal. karena hitungannya per hari,” jelasnya.

Ia pun meminta, kondisi saat ini jangan sampai menimbulkan sebuah hal maupun kebijakan yang pada akhirnya akan memberatkan para pengusaha lokal maupun investor dalam berusaha.

“INSA Batam memohon dengan sangat, jangan ditambah-tambah. Sehingga pengusaha dan investor sudah tidak mau lagi melakukan kegiatan disini, karena tidak jelas dan mahal. Intinya adalah, kondisi yang sudah ada ditambah dengan hal-hal yang ‘aneh’. Dan pada akhirnya secara tidak langsung akan membuat ekonomi Batam dan Kepri dari sektor ini kian terpuruk,” tuturnya.

687