Home Hukum PWI Ingatkan Kepolisian Cara Tangani Delik Pers

PWI Ingatkan Kepolisian Cara Tangani Delik Pers

Padang, Gatra.com - Tindakan kekerasan, penjeratan secara hukum, hingga disangkakan delik pers memang menjadi tantangan bagi wartawan. Beberapa wartawan di Sumatra Barat (Sumbar) pernah mengalami tindakan kekerasan, penghalangan kerja, hingga berujung kasus hukum.

Terkait hal itu, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar, Basril Basyar buka suara bahwa delik pers seharusnya berpedoman pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan demikian, setiap kasus delik pers seharusnya dilimpahkan ke Dewan Pers RI.

"Jika jajaran Polda Sumbar ada persoalan pemberitaan di media massa, atau menerima aduan seputar delik pers, penanganannya harus berpedoman UU Pers 40 tahun 1999. Jangan langsung ke ranah hukum," kata Basril, Kamis (20/2) dalam rangka Hari Pers Nasional 2020 di Mapolda Sumbar.

Basril mewanti-wanti Polda Sumbar agar kasus-kasus kekerasan yang dialami wartawan hendaknya tidak terjadi lagi, termasuk penghalangan kerja wartawan. Pasalnya, selama ini sering terjadi kucing-kucingan antara wartawan dengan pihak kepolisian, terutama bila sudah saling bersinggungan terkait pemberitaan.

Lebih lanjut Basril mengatakan, di sisi lain penggiat media massa harus bisa menjalankan media profesional dan independen. Dalam artian, selain menyajikan pemberitaan sesuai fakta, media massa juga dituntut memenuhi syarat-syarat sebagai media massa, terutama harus terdaftar serta terverifikasi di Dewan Pers.

"Kehadiran media massa itu sebagai kontrol sosial. Jadi semua unsur atau syarat sebagai media massa harus terpenuhi. Harus terdaftar di Dewan Pers, punya kantor, ada karyawan, jelas gaji wartawannya, ada identitas wartawannya, dan lainnya," terangnya.

Menanggapi hal itu, Kapolda Sumbar, Irjen Pol Toni Harmanto mengungkapkan, wartawan profesional mestinya harus menyajikan produk fakta dan berimbang. Baginya, pemberitaan yang ditulis, selain berisikan kebenaran, juga harus sesuai informasi yang diingini masyarakat luas.

Pasalnya, Toni menilai selama ini banyak isi pemberitaan yang tidak sesuai dengan yang tertulis di judul berita. Menurutnya, berita yang demikian terbilang rancu dan diartikan dengan banyak makna. Apalagi, saat ini budaya bad news is good news sudah berubah menjadi good news is good news.

 "Saya pikir, berita yang ditulis memang harus jelas, sehingga mudah dimaknai. Budaya bad news is good news memang banyak pembacanya, tapi sudah diubah," di hadapan puluhan awak media cetak, online, dan elektronik.

257