Home Kesehatan Wabah Corona, WNI di Kapal Pesiar akan Diobservasi di Sebaru

Wabah Corona, WNI di Kapal Pesiar akan Diobservasi di Sebaru

Jakarta, Gatra.com - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putrano menyebutkan warga negara Indonesia (WNI) yang akan dievakuasi dari kapal pesiar Diamond Princess dan World Dream, akan diobservasi di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu.

"Nanti (diobservasi) di pulau kosong, nanti lintangnya kita berikan Sebaru," kata Terawan di Istana Kepresidenan di Jakarta, Senin (24/2).

Terawan mengemukakan usai bertemu Presiden Joko Widodo bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, soal penanganan evakuasi WNI di dua kapal pesiar yang diketahui tempat penyebaran virus corona jenis baru (COVID-9).

Diketahui ada 78 orang WNI di kapal pesiar Diamond Princess. Dilaporkan ada 4 orang WNI terkonfirmasi terpapar virus tersebut dan sedang menjalani perawatan di Jepang.

Sedangkan ada 188 WNI bekerja di kapal pesiar World Dream yang hingga saat ini masih berada di perairan internasional dekat Bintan, Kepulauan Riau karena ditolak bersandar di seluruh negara termasuk Indonesia.

Di Kapal pesiar Wolrd Dream, menunjukkan seluruh kru WNI terbebas dari virus corona, demikian pula seluruh penumpang kapal yang telah meninggalkan kapal pada pelayaran terakhir pada 9 Februari 2020 dari Hong Kong.

"Kita satu per satu lah, kita baru konsentrasi semua, untuk yang 'World Dream' karena itu yang sudah paling dekat. Kita atur supaya dia dapat sarana karantina yang baik dan ini kan yang risikonya paling kecil. Selalu kita ambil yang risikonya paling kecil. Mudah-mudahan semuanya bisa melalui masa karantina dengan baik, dengan sehat, makanya kita gunakan kapal," tambah Terawan di kutip Antara.

Sedangkan KRI Dr Soeharso – 990 yang merupakan kapal rumah sakit milik TNI AL telah siap untuk diberangkatkan dari Dermaga Komando Armada Dua (Koarmada 2) Surabaya, Jawa Timur.

"Jadi, pertimbangan medis itu harus sangat dipertimbangkan dengan baik, tidak boleh emosional. Harus satu demi satu, demi keselamatan seluruh bangsa dan negara karena kita masih dalam 'green zone'," ungkap Terawan.

Terawan mengaku saat ini pemerintah Indonesia masih bernegosiasi dengan Jepang mengenai opsi evakuasi yang dapat dilakukan.

"Jadi ini nego terus, tapi kita nego harus dengan cara jangan semaunya sendiri. Kalau semau sendiri, bisa membentuk episentrum baru, tidak boleh. Kita pemerintah itu menjaga yang 260 juta ini tetap bisa 'survive' sembari kita melakukan tindakan-tindakan untuk menyelamatkan masyarakat kita, yang ada di Jepang, tapi prosedur dan tata caranya jangan mengikuti apa yang mereka inginkan, hanya sekadar secepatnya saja. Harus butuh negosiasi yang detail, yang baik, sehingga apa yang kita lakukan jangan sampai kita diketawain dunia di kemudian hari," kata Terawan.

Menurut Terawan, pemerintah sangat hati-hati dan mengikuti kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Tidak boleh sekadar kita dipengaruhi oleh sebuah keputusan yang gegabah, tidak boleh. Taruhannya besar sekali, tapi juga tidak menyepelekan keadaan yang di sana, tapi kan tata caranya kita tahu, cara yang tepat melakukan pemindahan tanpa membuat episentrum baru," ujar Terawan.

Seiring dengan berakhirnya masa karantina selama 14 hari, pada Rabu lalu, Jepang memperbolehkan para penumpang kapal Diamond Princess yang tak terinfeksi untuk meninggalkan kapal. Ratusan orang mulai turun dari kapal tersebut.

Proses ini diperkirakan berlangsung beberapa hari. Total ada sekitar 3.700 orang di kapal namun yang terinfeksi tidak diperbolehkan meninggalkan kapal. Total ada 620 kasus infeksi virus COVID-19 di Diamond Princess.

Beberapa negara telah atau merencanakan untuk mengevakuasi warga mereka dari kapal itu. Amerika Serikat telah memulangkan 300 orang lebih warganya dari Diamond Princess.

Hingga hari ini Senin (24/2) terkonfirmasi 79.00 orang yang terinfeksi virus Corona dengan 2.469 kematian sedangkan sudah ada 23.510 orang yang dinyatakan sembuh. 

Kasus di China mencapai 76.942 kasus, di kapal Diamond Princess mencapai 691 kasus, di Korea Selatan 602 kasus, di Italia 155 kasus serta di 29 negara lainnya.

130