Home Hukum RUU Data Pribadi Akan Atur Pusat Data hingga Rekaman CCTV

RUU Data Pribadi Akan Atur Pusat Data hingga Rekaman CCTV

Sleman, Gatra.com - Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi bakal dibahas pemerintah dan DPR akhir Maret ini. Definisi soal data pribadi seperti rekaman CCTV, lokasi pusat data, dan akses swasta jadi poin-poin krusial.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid saat menjadi pembicara di diskusi “Berinteraksi di Platform Digital dengan Aman dan Nyaman” di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Kamis (12/3).

Menurut Meutya, poin utama RUU tersebut mesti memuat tentang pengertian data pribadi secara jelas. Ia mencontohkan rekaman CCTV yang memuat visual wajah warga. Kategori rekaman CCTV sebagai data pribadi atau bukan masih menjadi perdebatan.

“Definisi harus jelas karena tiap kelompok kadang mempunyai perspektif berbeda tergantung kultur dan situasi. Ini jadi bahasan krusial RUU Perlindungan Data Pribadi,” kata politisi Partai Golkar ini.

Aturan lain dalam RUU itu menyangkut keamanan data warga yang dikelola pemerintah, tapi kemudian pemerintah bekerjasama dengan swasta. Hal ini berkaca dari langkah Kementerian Dalam Negeri yang memberi akses data penduduk ke pihak swasta.

“Kalau data masyarakat ditransfer lagi, seperti di Kemendagri, saya akan protes, apakah boleh melakukan kerjasama swasta dengan men-share data penduduk Indonesia,” ujarnya.

Pusat data juga bakal diatur di RUU Perlindungan Data Pribadi karena berkaitan dengan kerahasiaan data warga dan sumber daya Indonesia. Apalagi, kata Meutya, Presiden Joko Widodo telah menyentil sejumlah aplikasi lokal yang menaruh pusat datanya di luar negeri.

“Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan aturan untuk instansi lokal supaya mereka membangun data center di sini. Ini akan ditambahkan di UU. Seperti di (institusi) militer, data center itu harus dijaga kerahasiaannya,” kata dia.

Menurut Meutya, pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dimulai akhir Maret ini usai masa reses anggota DPR. Saat ini, DPR dan pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membentuk panitia kerja.

Meutya menyatakan bahwa undang-undang ini penting karena penyalahgunaan data makin marak, termasuk saat data pasien pertama kasus virus Corona Covid-19 di Indonesia, tersebar. “Datanya mungkin betul, tapi karena disebarkan bisa jadi hoaks,” kata dia.

Ia memaparkan, sampai 2020 ini, mengutip The Economist, Indonesia baru menempati peringkat 40 dari 100 negara yang siap mendukung literasi digital, kalah dari Malaysia dan Singapura di posisi ke-3 dan ke-22. Di Indonesia, 56% penduduk atau sekitar 150 juta orang aktif di media sosial. “Tapi digital gap (kesenjangan digital) kita luas dan kita terlambat di literasi digital,” kata dia.

Untuk itu, forum literasi digital jadi penting dan harus merangkul sebanyak mungkin dari 150 juta pengguna medsos. “PR kita banyak di tegah teknologi yang cepat. Forum literasi digital harus diperbanyak dan generasi muda harus jadi agen ke orang tua dan adik-adiknya,” ujarnya.

Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Slamet Santoso menyatakan RUU itu menjadi prioritas Kominfo. “Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebagai payung hukum yang mengatur standar perlindungan data pribadi masyarakat,” kata dia.

Apalagi kata dia, Kondisi di Indonesia sangat unik. Pengguna internet sangat tinggi tapi tingkat literasi digital masyarakat kita masih rendah. “Bahkan belum menyangkut penyalahgunaan data pribadi saja kita sudah menghadapi penggunaan internet untuk tujuan negatif seperti hoaks, pornografi, penipuan, perundungan, radikalisme, dan konten perjudian,” tuturnya.

 

486