Home Hukum Koalisi Masyarakat Tuntut Kematian Petani Bersengketa Diusut

Koalisi Masyarakat Tuntut Kematian Petani Bersengketa Diusut

Palembang, Gatra.com – Koalisi masyarakat sipil menuntut agar kematian dua petani di Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Lahat, Sumsel dapat diusut. Selain dua petani yang meninggal, dua petani lainnya mengalami luka berat.

Perwakilan Lingkar Hijau, Hadi Jatmiko mengatakan peristiwa bentrok bermula saat petani menolak tanahnya yang masih dalam status quo kembali dikuasai oleh perusahaan sawit, PT. Artha Prigel. Pihak perusahaan mengerjakan aktivitas di lahan tersebut sehingga terjadilah peristiwa yang mengakibatkan dua petani meninggal dunia.

“Saat kejadian tersebut juga terdapat aparat kepolisian. Jatuhnya korban memperlihatkan suramnya penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Seharusnya petani mendapatkan perlindungan negara karena kalangan ini menjadi aktor ketahanan pangan di masa wabah seperti saat ini. Presiden Jokowi pun telah minta dukungan seluruh asosiasi kelompok profesi, serikat buruh, serikat pekerja, himpunan nelayan, dan petani bersama bergotong-royong menghadapi tantangan ekonomi saat ini dan ke depan namun kenyataannya, petani di daerah masih direpresi bahkan dibunuh,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Gatra.com, Senin (23/3).

Karena itu, koalisi masyarakat sipil menyatakan 13 tuntutan diantaranya mengusut tuntas kematian petani dengan melakukan investigasi tanpa memihak dan memastikan suatu penyelidikan dilakukan dengan masuk akal untuk percaya bahwa suatu pelanggaran terhadap HAM dan kebebasan telah terjadi dalam suatu wilayah yurisdiksinya, sebagaimana yang tertera pada pasal 9 (5) Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia yang disahkan oleh PBB pada 9 Desember 1998. Selain itu, Presiden Jokowi juga memastikan Inpres Nomor 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit dilaksanakan dengan baik dan tidak ada perluasan lahan dan fokus terhadap evaluasi perkebunan sawit.

“Kepada Gubernur Sumatera Selatan dan Bupati Lahat untuk mengevaluasi keberadaan usaha PT. Artha Prigel,”tegasnya.

Dalam keterangannya, koalisi masyarakat menyatakan jika PT. Artha Prigel ialah anak perusahaan PT. Bukit Barisan Indah Permai Group (Sawit Mas Group). PT. Bukit Barisan Indah Permai Group merupakan pemasok minyak sawit untuk Mondelez International, Wilmar International Limited, Musim Mas Holdings dan Louis Dreyfus Company B.V yang merupakan anggota dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Dalam konteks ini, seharusnya kebijakan RSPO tentang pembela hak asasi manusia dapat diterapkan dalam kasus ini mengingat kebijakan tersebut juga mengikat rantai pasok anggotanya. Secara resmi kebijakan yang berjudul “Protecting Human Rights Defenders, Whistleblowers, Complainants And Community Spokespersons” ini telah diadopsi tahun 2018 dan seketika harus diterapkan pada seluruh rantai pasok anggota RSPO.

Konflik antara petani dengan PT. Artha Prigel telah terjadi cukup lama. Menurut warga, sejak tahun 1993 beroperasinya perusahaan di beberapa Desa, khususnya di Desa Talang Sawah, dan Talang Sejemput, Kabupaten Lahat, ternyata belum kantongi izin resmi. Belakangan diketahui perusahaan yang bergerak dibidang buah sawit ini, baru mengusulkan surat Hak Guna Usaha (HGU) tahun 2003, dan dikeluarkan HGU oleh BPN Lahat baru tahun 2006 silam.

"Walhi juga menuntut Kapolri segara usut tuntas terhadap pelaku pembunuhan serta mendesak Polda Sumatera Selatan guna mencopot Kapolres Lahat karena lalai menjaga stabilitas dan menjamin kepastian hak-hak warga negara dalam konflik sumber daya alam.” ujar Direktur Eksekutif Walhi, Hairul Sobri, Minggu (22/3).

 

286